Kamis, 25 Oktober 2012

“Perjalanan Aksara : (kadang tak terduga)”




Ketika hati menyimpan cerita luka, energy tersedot habis olehnya. Pikiran penat, wajah tidak nampak bagus (bayangkan wajah cantik yang tertekuk berlipat sepuluh), badan seakan habis memanggul berkarung-karung beras (emang pernah ya ngangkut  beras?). Ketika ada yang bertanya, jawabannya meninggi saja. Kasihan sang penanya, kena semprot teu pupuguh,  dan sesudahnya ada sesal dan perasaan bersalah. Tambah lagi deh masalah. Pokoknya parah!

Selalu, manusia butuh mengalir. Saat mengalir, manusia menjalani dunianya, meliuk, menyempit diantara bebatuan, menghantam karang, menembus lorong, berakrobat trapeze, apapun namanya, dengan leluasa. Atau sesekali diam dalam delta, tergantung ia perlu. Saat mengalir, manusia hidup. Tak ada luapan. Tak ada kebiri.  Semula, dengan kejam  aku menyumbat aliran itu, bahkan dengan sengaja semakin menambah sumbatannya dengan berbaik-baik kepada sang penghunus pedang, dengan harapan aku bisa membunuh rasa sakithatiku akibat ulahnya. Akibatnya, aku menerkam diriku sendiri, melumatnya habis hingga tak bisa lagi bernafas!

Sekarang, aku butuh obat. Bila sumbatan kemarin itu penyakit, maka obatnya adalah menulis, Aku tengah mengobati diri sendiri dengan menulisimu. Menulis adalah terapi.  Maka menulislah aku, membuang apapun yang  ada di kepala ke dalam keranjang besar berisi aksara.  Selain berisi sampah, kali ini aku mengisinya dengan  mutiara.  Ya, mutiara asli, kuambil dari aksara Al-quran  melalui  penelusuran struktur abjad, tersusun dari sekian waktu pergumulanku dengan mukjizat abadi yang dengan ajaib hidup secara sistemik. Guruku mengajarkan bahwa Alquran akan menjalankan sistemnya sendiri saat ia dibaca, dikaji, dianalisa, termasuk ditulis dan secara otomatis diamalkan, tanpa tendensi apapun selain karena Allah swt. Metoda ikhlas.

Secara berkala aku menulis. Kali ini menulis dengan metodologi Struktur Al-quran. Sebuah metode mengaji yang lebih intim (bagaimana menerangkan sebuah perjalanan ruhani yang memabukkan, ya?)  Mengaji, mengamati symbol, menganalisa tanda-tanda, dan mengamalkan dengan istiqomah. Aplikatif.
Ibarat perjalanan di area amnion, dan menulis adalah awal pembuahan, maka kulalui proses  sejak pembuahan, kemudian tumbuh menjadi sebuah embrio, peniupan ruh yang menghadirkan sensasi spiritual yang menggetarkan, memelihara keseimbangan emosi, hingga tiba di titik puncak  proses kelahiran dengan segala keluhan dan pengalaman mencengangkan.  Satu kelahiran telah ditakdirkan. Satu ayat seribu satu  petualangan (aku menghitung, satu ayat lebih dari sepuluh huruf, dan satu huruf mengandung 10 kebaikan, maka berapa huruf untuk 19-20 ayat? ) Aku tak punya kalimat tepat untuk semua perjalanan itu, selain :  Menakjubkan.

Kutatap hasil tulisanku.

Subhanallah …
Deretan aksara Al-Quran berpendaran, lekuknya indah, bukan hasil cetakan, melainkan tulisan tangan. Tulisanku. Dengan izinNya, telah kuikhtiyarkan syifa bagi beberapa titik anatomi tubuhku melalui proses ini. Memang tak makan waktu seharian, tetapi efeknya sungguh tak terdefinisikan.  Aku tak pandai menerjemahkan sesuatu yang seindah Al-Quran, yang ingin kusampaikan adalah proses ini membuatku sembuh. Dada lapang selapang-lapangnya …

Fabiayyi aalaa i robbikumaa tukadzdzibaan  (Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Jangan pernah merasa tak pantas untuk mengkaji Al-quran, seberapa bebalnyapun kita, sebab dengan penuh kasih, Allah swt berfirman : “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu  pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah 17 – 19).

Ketika tak paham bahasa Al-Quran, saat kita mau membacanya, kepahaman itu akan lahir dengan sendirinya, melalui bahasa yang kita mengerti. Bahasa yang bukan aksara, bisa dalam bentuk apapun, bahkan tak kita duga. Yang pasti, usai membaca, akan tiba di sebuah jawaban. Benarkah?
Yakinlah, Allah tak pernah bohong dengan firmanNya!  “ … atas tanggungan Kamilah penjelasannya.”

Ini bukan semata untuk hati, melainkan pula untuk semua jenis penyakit yang bahkan mungkin belum ada namanya saat ini. Al-quran akan menjawab semuanya.

Apa yang kudapat sekarang?
Sebuah pencerahan …
Setidaknya untukku sendiri

                                                                                                            My library
Banyak yang ingin kusampaikan, entah kumulai darimana





6 komentar:

  1. Aku mendapat pencerahan disini teteh, slalu....
    terima kasih, belajar tdk perlu dibangku sekolah...membaca catatan hati mereka yg memiliki hati yg besar jg menambah ilmu dan pemahaman hidup :)

    akhirnya blog ini terisikan lagi...

    BalasHapus
  2. suka banget sama kata2 ini ", Aku tengah mengobati diri sendiri dengan menulisimu. Menulis adalah terapi. Maka menulislah aku"

    BalasHapus
  3. Selamat malam....

    Blogwalking ya keluarga bloggerku...

    Main-main ke blog baruku...

    www.plumblush.blogspot.com

    terutama teman-teman yang suka dandan, yang mau belajar dandan.. minggu depan mau bagi-bagi alat makeup gratis nih....

    ditunggu kehadirannya di rumah baruku....

    -N-

    BalasHapus
  4. Assallamu'alaikum...
    Tos lami teu nepangan ka garut. Kumaha damang ceu?
    Sae pisan eta tulisan, ggagugah pisan...

    BalasHapus
  5. menulislah karena dengan menulis membuatmu jiwa bebas diangkasa tanpa kerangkeng jeruji seperti didunia nyata

    BalasHapus
  6. Bila sumbatan kemarin itu penyakit, maka obatnya adalah menulis, Aku tengah mengobati diri sendiri dengan menulisimu. Menulis adalah terapi. Maka menulislah aku, membuang apapun yang ada di kepala ke dalam keranjang besar berisi aksara <-- Like this banget. Apa kabar mbak Ani? Maaf, lama tdk silaturahim kesini

    BalasHapus

Silakan tulis komentar anda, sobat. Terima kasih sudah mampir, ya ...