Sudahkah kukabari engkau tentang hatiku hari ini?
barangkali memang tak penting
tapi bukankah berpuluh kitab berkisah tentang cintamu yang lebat
terhadap nasib kami sepeninggalmu,
Wahai “yang lembut hatinya”?
Maka kupastikan
Engkau bersedia mendengar gumamku, lagi
Tentang renjana berkait khouf
Yang menelikung shadr-ku
Hampir setiap masa
Teristimewa di shaum ini
Padamu, wahai Bapak wanita penghulu surga
katanya aku itu pencintamu
katanya setiap saat kusebut engkau, di hatiku, di lisanku, di hadapan anak-anakku
agar merekapun mengenal, mencintai dan merinduimu
Katanya, kataku juga
kuikrarkan semesta ruhku rebah beserta kemuliaanmu
semata menahbiskan diri akulah diantara jutaan pengikutmu
Dalam renjana ku bershalawat
dalam khouf dan roja’ ku mengirim salam
benarkah aku ini terbilah dalam barisanmu kelak?
ataukah kesombonganku jua mengaku-ngaku sahaja?
Duhai Cahaya Swarga
menjelang Izrail menjemput, lisanmu tak henti bergumam
“Ummati … Ummati …”
Kegelisahanmu berabad lampau tentang kami
masih menggema bak gelombang alpha yang terurai
mku masih saja mendekap asa engkau memelukku dan berkata
“engkau ummatku ...”
Ya, aku sungguh takkan sanggup menghirup waktu
andai engkau berpaling
aku bersaksi atasmu
dalam renjana ku bershalawat
dalam khouf dan roja’ ku mengirim salam
mendekap harap engkau sudi menerima salamku
dan mengusap ubun-ubunku