Jumat, 30 Desember 2011

galau

menulis tentang apapun muaranya adalah menujuMU, ya Allah
tetapi pagar tinggi ini kemudian membuatku terhijab dariMu
benar aku makhluk tak pantas untuk Kau pandang
tetapi aku hanya ingin mengatakan betapa aku kerap meninggalkanMu
dalam perjalanan yang sejatinya adalah ke arahMu semata
dalam kekhusyuan aku kerap terbelenggu rasa
yang datang bukan dari Cahaya
kedunguan ini yang mengerangkeng pemahaman tentang betapa hidup adalah perjalanan terjal
antara jurang tebing dan badai tak henti menerjang
tetapi seringkali bukan itu yang menjatuhkan
melainkan semilir biru yang datang di tengah lelah
membuatku terpejam
tak lagi melihatMu

duhai Cahaya
jangan biarkan kelam itu menyelimuti jalanku
agar ke arahMu itu tetaplah tujuanku
meski sejatinya kelam atau riang
tak pantas jadi alasan untukku menghentikan langkah menujuMu

maka
aku pasrah saja sekarang
dengan tetap percaya
Engkau selalu ada untukku

Rabu, 21 Desember 2011

kabarkan pada angin, aku luka

menatapi semut beriringan di dinding tembok, mengalun 'what is the youth' dari compact di pelukan, menakar hati yang risau, adakah lagi waktu kan terbang? aku ingin tiba-tiba memiliki sayap, terbang menuju nirwana, adakah semut disana, dinding tembok yang mengapung? andai saja waktu henti bernafas, akan menjelma apakah musik di telinga? serupa semut yang berjabat erat atau hati yang terkoyak belati?

duhai ... gerangan apa lagi kata yang pantas untuk mengabarkan pada langit kalau aku tengah terluka, berdarah-darah dalam sunyi yang pekat, sedang sayap tak jua hinggap

untukku terbang meninggalkan pekat yang dendam


sorry, aku benci kamu

jangan hampiri aku sebab tak ada ruang kosong untuk menyimpan mangkukmu
simpan saja kuemu di lapak seberang
atau donasikan kepada murai
yang terbang rendah menunggu jatah

sorry, aku lelah
tak ada tempat bagi istirahku sebesar apapun istana yang kau bangun
percuma kamu hiasi dengan pualam

aku tak bisa katakan kenapa
sebab akupun tak tahu kenapa aku begini

jadi
sorry, aku benci kamu
menjauhlah

Senin, 05 Desember 2011

... solilokui ...


ruang kosong itu menganga ganas, siap menerkam sesiapa yang tak siap memasang kuda-kuda. pagi menyergap di ujung pematang, sedang petani sesiang ini belum juga siuman. langit tak pernah mau menunggu angin, tak ada satupun yang siap menunggu untuk sebuah ketidakpastian,
hidup adalah ketidakpastian itu

mengapa selalu ada ruang kosong yang disiapkan alam sehingga selalu saja ada yang terjebak didalamnya, bahkan terperangkap tak mampu keluar?
duhai alangkah bebalnya ia yang terjerembab beberapa kali
apakah hidup tak memberinya nilai?

Sabtu, 19 November 2011

Lepas Asar, Alia dan Cahaya


Lepas asar hari itu, Alia tepekur dalam diamnya. Sebuah lintasan kejadian tadi siang menelikungnya.

Ada yang salah, bisiknya cemas.

“Ini dia orangnya. Bacaannya indah, suaranya merdu,” sang guru memuji dengan bahagia, tadi siang.

Sungguh, Alia merasa bangga dan tersanjung. Hatinya mekar, dadanya melayang bersama tatap kagum teman-temannya. Betapa manisnya buah kerja keras yang ia tempuh selama proses belajarnya yang tak kenal putus.
Sampai sore tadi, Alia merasa betapa beruntungnya ia, sebab Allah telah membimbingnya hingga ke tahap ini.
Sungguh, nikmat Allah yang mana lagi yang ia dustakan?

Alia bangga …

Dan dengan penuh rasa syukur ia berkisah pada teman-temannya tentang perjalanannya hingga tiba di tahap pemahamannya itu.

Lepas asar, usai sholat ditegakkan, hati ditundukkan, jiwa direbahkan, dan doa dipanjatkan, Alia tertelikung sendiri.

Ada yang salah...
Shadrnya berdentum, qalbunya gelisah, fuadnya mendakwa. Ada sirr yang membisikinya. Alia perlu mencari kekuatan.

Alia membuka mushaf, lalu terpaku di sini :

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai tuhannya.
Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”
( QS Al-Furqon : 43 )

Alia sedih, sangat sedih …

Ia telah dengan sukses diperdaya syahwatnya. Sungguh, betapa syahwat itu sangat kuat, ganas dan gesit, tapi sangat halus, sehingga sulit mengetahui kalau dia sedang menyerang. Siang tadi, Alia diserang dengan telak! Oleh syahwatnya sendiri. Alia telah dengan bangga menerima semuanya, padahal bisa apa dia tanpa Tuhannya? Semua kemampuan yang dimilikinya bukanlah miliknya, pujian itu sejatinya bukan dialamatkan padanya. Alia hanya dimampukan oleh Tuhannya, dititipi sedikit ilmu, lalu mengapa Alia merasa bangga? Padahal semua itu bukanlah miliknya?

Alia malu …
Tadinya ia hanya ingin masuk kategori firman Allah :

“dan terhadap nikmat Tuhanmu,
maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”
( QS Ad-Duha : 11 )

Duhai …
Alangkah tipis batas antara haq dan bathil. Betapa syahwat bangga diri demikian rakus menerkam sisi lemah bilik ruhaninya.

Lepas asar hari itu, Alia menerima pengajaran kembali di jenjang ke sekian hidup fananya.
Alia harus lebih cerdas dan waspada!
Ia tersentak, ada yang berbisik di hatinya : "Dengan ilmu, Alia. Dengan ilmu engkau bisa lebih faham."

Ia ingat satu nasihat :

Tidak ada yang mampu menundukkan dan menjinakkan semuanya, kecuali dengan ilmu.
Bukan, bukan ilmu yang ada di kepalamu, sebab apa guna ilmu yang hanya sekedar hafalan.
Tapi ilmu yang ada di hati, sebab ia sudah menjadi karakter dalam diri.
Allah menyindir orang berilmu yang tidak menjadi manfaat bagi dirinya
seperti keledai yang membawa tumpukan buku di punggungnya.
Ilmu itu seharusnya menjadi karakter, bukan sekedar hafalan.
Memang tahapannya baca, hafal, laksanakan dan rasakan, kemudian menjadi karakter.
Bersabarlah kawan, ilmu dari otak untuk sampai ke hati
Butuh istiqomah.
Perkuat alasanmu, kenapa kau melakukan itu.

( “Belajar Menuju Ihsan” – Bambang Achdiat )


Lepas Asar hari itu, Alia mendapat Cahaya ...

Rabu, 05 Oktober 2011

di ujung puisi, waktu memburu


dan malampun berlari
meninggalkan bulan sepasi di ujung puisi
ada denting yang menua
antara sekian aksara dalam keranjang jiwa
adakah lagi pagi akan tiba?

waktu tak lagi bisa dipercaya
setiap ia kusebut
setiap itu ia tak lagi serupa
lalu aku terdiam di sini
sedang malam telah berlari sedari tadi

aku tertawan
aksara itu menyekap
"Demi waktu!"

aku sungguh tertipu
oleh waktu yang terus memburu

Ya Allah ...
akan sampai pagi lagikah ...??

Rabu, 28 September 2011

Even Book Your Blog, Mariiii ...


Pertama tahu informasi ini dari blognya Anazkia. Jujur, saya tidak begitu tertarik. Bukan apa-apa, lebih karena tulisan di blog saya melulur tentang curhatan dan kontemplasi yang biasa-biasa saja. Jadi, saya pikir, gak pantes lah ngikut even ini. (ceritanya sih nyadar ... tapi kok kayak pesimis ye?!)

Selang beberapa hari (juga setelah Ana bilang gak apa2 teh gak sistematis juga yang penting ikut) saya putuskan untuk : Bismillahirahmaanir rahiim, IKUT!

Maka inilah salah satu tahapan yang harus dilakukan.
Kepada teman-teman semua, yang tertarik, yuk kita meriahkan even ini. Mumpung ada kesempatan. Siapa tahu blog kita beruntung bisa dibukukan. Saya copas saja ya untuk kalian.
Ini info selengkapnya :

Book Your Blog
Media cyber kini menjadi alternatif populer untuk menyalurkan hobi, pemikiran, bahkan curahan hati . Salah satunya melalui blog. Dengan media ini, kamu bisa mengekspresikan diri , khususnya melalui tulisan. Bagi kamu yang merasa memiliki blog yang “kamu banget” ayo ikutkan ke lomba Book Your Blog ini!
Bagi cerita seru di blogmu ke orang-orang dengan cara dibukukan. Buat pemenang, isi blog-nya akan dibukukan dan diterbitkan GRATIS oleh Leutika Prio Self Publishing, serta dipasarkan secara online.


Leutika Prio adalah lini self publishing dari Leutika Publisher yang menyediakan berbagai macam paket penerbitan dengan sistem mudah dan harga terjangkau www.leutikaprio.com. Self Publishing merupakan alternatif baru menerbitkan buku dengan lebih praktis dan tanpa seleksi. Para penulis tidak perlu repot membuat cover, mengurus ISBN, dan teknis buku lainnya karena Leutika Prio menyediakan layanan edit aksara, cover, layout, ISBN dan konsultasi yang telah disusun pada paket-paket penerbitannya. Penulis juga tetap mendapatkan royalti sebesar 15% dari harga produksi. Misi dari penerbit ini adalah mengajak sebanyak mungkin orang untuk menulis dan berbagi inspirasi pada para pembaca.


SEGALA JENIS BLOG boleh diikutkan di lomba ini. Blog umum, kisah sehari-hari, kesehatan, wisata, kuliner, fesyen, pendidikan, politik, kesenian, film,fiksi, dll asal tidak mengandung SARA dan pornografi. Jadi tunggu apa lagi, daftarkan sekarang :)


Caranya mudah banget!
Tulis tentang event ini beserta logo event di blogmu dengan bahasamu sendiri, diberi tag #bookyourblog
Pasang link website http://www.leutikaprio.com/ di blog kamu (di blog scroll)
Kirimkan alamat blog kamu ke eventleutika@hotmail.com
Tulis sinopsis blog kamu dalam 250 kata Ms Word. Sertakan nama, nama pena, TTL, alamat, nohandphone, alamat e-mail, akun FB, akun twitter. Kemudian attach file ke dalam e-mail.
Tulis “Book Your Blog” di judul e-mail.


Blog seperti apa yang bisa menang?
Inspiratif, berisi cerita-cerita yang dapat menjadi inspirasi bagi orang lain.
Tidak mengandung SARA dan pornografi.
Berkarakter, konsisten berisi materi-materi yang terkonsep dan orisinil.
Apa Hadiahnya?
Dipilih 3 blog terbaik untuk mendapatkan:
Tulisan-tulisan di blog kamu akan diterbitkan GRATIS dalam bentuk buku oleh Leutika Prio
Royalti 15% dari harga produksi
Paket buku dari Leutika Publisher
Bagi yang belum terpilih tetap mendapatkan diskon paket penerbitan sebesar 20%.
Deadline : 30 September 2011
Website:
http://www.leutikaprio.com/
Twitter: @leutikaprio
Fanpage FB
http://www.facebook.com/leutikaprio /
http://http://

Senin, 26 September 2011

Selipat Pagi dan Seutas Cermin, Tentang Alia ...


Pagi menyeruak diam-diam, angin bergeming.
Alia terjaga, terpaku di ambang sadarnya. Pukul 03.10. Ada yang membangunkannya. Apa? Dikumpulkannya ingatan yang sempat hilang tadi malam. Hilang oleh batas yang dibangun antara jaga dan impian. Dilisankannya doa, lalu semuanya terkumpul begitu saja.

Cermin di kamarnya berbicara tadi malam. Hidupnya demikian memabukkan, dengan seribu satu aroma mawar tanpa duri. Orangtua yang bahagia, adik kakak saling menyayangi, tetangga baik, sahabat setia, kakek nenek penuh kasih, wajah tak membosankan untuk dilihat, perilaku yang terjaga, ekonomi tak kekurangan dan seribu satu alasan orang untuk cemburu.

“Apa itu salah?” gugatnya bingung. Biasanya cerminnya ngikut aja apa maunya.
“Salah? Terkadang hidup bukanlah soal benar dan salah,” lembut warisan buyutnya yang sudah mengisi kamarnya sejak ia berani tidur sendiri itu berkata.
“Tidakkah kamu ingin berterimakasih?”
“Kepada ...?” alis semut beriringnya bertautan indah. Sang cermin memantulkan keseluruhan dirinya tanpa bias sedikitpun. Sungguh sebuah pemindaian sempurna yang hanya berubah saat retak.
“Menurutmu ...?” Bayangannya seolah mengejek. Berapa puluh tahun kau hirup energi yang disediakan langit buatmu. Masih saja benakmu mati oleh hal yang sedemikian sederhana.

Alia tersengat.

“Hidupku, ia datang lalu aku meraihnya, tak kubiarkan ia hilang begitu saja. Bahagia, aku sendiri yang perjuangkan. Ayah ibu, mereka malah bersyukur punya aku. Aku bukan orang yang demikian bebalnya hingga tak pernah berterimakasih bahkan kepada yang menyebabkan semua ini terjadi. Bila Tuhan yang kau maksud,” jelas-jelas Alia jengkel, merasa diuji. Sejak kapan cerminnya lebih pintar ketimbang dia. Noda sedikit saja tak bisa ia bersihkan sendiri. Tangan Alia ini pembersih kilapnya. Setiap waktu.

Ada pendar yang menahan senyum di wajah cermin.
Alia menunggu. Hanya bayangannya yang innocent. Pendar itu cuma sekejap.
Alia geram.

“Tuhan. Aku tak pernah melupakanmu. Tanpa perlu cermin sok tahu itu mengajari, aku tahu”

“Ha ha ... bersama hatimu jugakah, Alia?” tawa cermin membahana seantero kamar.
Sekuat tenaga Ali timpuk dengan bantal. Dasar cermin sok tahu!

Malam itu Alia diam semalaman. Menatapi dirinya, hidupnya, kesehariannya, cita-citanya, hidupnya. Alia menerawang ke sekelilingnya, menatapi teman-temannya, orang-orang sekota, sekampung, senegara. Secara alami mereka semua menjalani garis hidupnya. Dengan segala baik buruknya, sedih senangnya, warna warni dunia geraknya. Alami. Tak ada yang perlu diributkan. Sesekali riuh, sesekali badai, sesekali menggugat, adalah kewajaran. Sungguh, hidup di mata Alia demikian simpel dan jauh dari njelimet. Hatinya ringan saja.

Malam itu Alia menelisik lebih dalam. Cermin itu alasannya.
Perjalanan malam ia lakoni. Mengingat ibu, merasai cinta, menghayati kesendirian, memaknai keterdiaman, menelusuri lorong tak beridentitas. Menyusuri tepian hati, masuk perlahan, diam-diam makin ke dalam, melewati palung hingga ke dasar.

Dan Alia menemukan sesuatu yang asing.
Matanya meneteskan airmata jauh dari kedalaman yang tak ia kenali. Tak bisa dilerai, tak mampu ditahan. Alia tersedu oleh sebab yang tak ia ketahui. Entah darimana semua itu datang. Bahkan Alia baru menyadari betapa berlimpah persediaan tangisnya. Justru oleh sebab yang ia tak tahu.

Ketakutankah? Alia tidak sedang merasa ketakutan.
Penyesalankah? Sesal yang tak ia ketahui oleh sebab perilakunya yang mana.
Kesedihankah? Sedih yang datang tiba-tiba oleh sebab yang ia tak tahu.
Seribu satu jawab yang ia ‘pantaskan’ untuk alasan mengalirnya airmata. Tak jua memenuhi syarat bagi sebuah jawaban yang ia inginkan.

Alia terkapar sendirian. Cerminnya menatap diam. Hingga pagi.
Alia terjaga, terpaku di ambang sadarnya. Pukul 03.10. Ada yang membangunkannya. Apa?

“Tuhan. Yaa Allaaaahhh .....” lisannya seketika bergerak. Digerakkan oleh sesuatu Yang Tak Terindera. Alia tak berdaya.

Pagi menyeruak diam-diam, angin bergeming.
Alia bangkit, hatinya bergumam, “Sombongnya aku berkata tak pernah melupakanMU, padahal sejatinya aku baru saja mengenalMU. Baru saja, ya Allah ... Itupun karena Engkau yang menghampiri. Dalam diamku, dalam ketidaktahuanku, dalam pencarianku. Saat aku tertatih, Engkau berlari memelukku. Yaa Allaaaaah .......”

Pagi menyeruak diam-diam, embun menetes satu satu, ada tangis Alia dalam genggamanNya.
Seutas cermin memantulkan cahaya.
Ada GERAK yang menyebabkan semuanya terjadi.

Sungguh Allah Mahameliputi sesuatu.
Pagi, cermin, Alia ... semua dalam Genggaman

Selasa, 13 September 2011

"Bu, Aku Mau Al-Fatihah ..."

Siang itu, ponselku berdering ... Suara suamiku terdengar dari seberang.

"Cici perlu ibu sekarang ..." Ok, aku pulang.

Tiba di rumah, puteri kecilku menyambut dengan buku di tangan. Kerudung pink nya melambai tertiup angin kemarau yang dingin.

Senyumnya lebar ditambah wajah cemas. Ada apa?

"Ibu, Cici masuk lima besar. Finalnya sekarang ba'da Dhuhur," serbunya tak sabar.

"Alhamdulillah ..." kupeluk tubuh berbalut baju pink, sambil kulirik jam. Pukul 11.58. Hanya ada kesempatan kurang dari satu jam untuk menghafal naskah pidato yang baru.

Pagi tadi, dia bersama teman-teman pengajian dan pembinanya, pergi ke kampung sebelah untuk mengikuti lomba dalam rangka mengisi Bulan Ramadhan. Dalam lomba di tingkat kelurahan itu dia ikut bidang Da'i Cilik.

Persiapan sudah dilakukan. Alhamdulillah lancar. Dan kini ...

"Materinya harus baru, Bu. (Naskah) yang dari ibu panjang. Cici gak bisa ngafalin cepet. Kan musti sekarang," serunya cemas.

Tadi pagi memang aku menyiapkan naskah kedua, jaga-jaga bila dia masuk final. Maklum persiapannya mepet dan pemberitahuan harus dua naskah baru diperoleh tadi malam, sedangkan anakku masih harus manggung dulu. Manggung dalam rangka memperingati kemerdekaan plus buka bersama.

Aku mendengarkan dengan sabar. Lalu?

"Yang ini aja, Bu," ia sodorkan buku catatan bekas kelas 3. Sekarang ia kelas 4 SD.

"Cici mau bacain arti surat Al-Fatihah aja."
Keningku berkerut. Dia kan mau lomba pidato, bukan saritilawah ...

Melihat ekspresiku, ia merajuk. Subhanallah, pintar sekali dia membaca wajah ibunya.

"Buu ... aku mau Al-Fatihah aja!"

Tiba-tiba, Allah mengingatkanku pada buku-buku parenting tentang pengasuhan anak dan efek pemaksaan kehendak orangtua yang seringkali berdampak buruk bagi anak. Biarlah anak nyaman dengan pilihannya, maka segala macam potensinya akan keluar dengan optimal. Dia tidak akan merasa terbebani dengan segala macam tetek bengek yang 'tak penting'. Saat ia dijejali informasi sementara jiwanya tak siap, maka hasilnya adalah bencana. Bencana bagi jiwa anak. Bencana bagi perkembangannya. Padahal sekecil apapun sebuah memori, ia akan terus tertanam dalam jiwanya dan terbawa hingga ia dewasa. Aku tak mau menorehkan 'tinta hitam' dalam hatinya. Maka ...

"Oke ..." seruku riang. Kuperbaiki sikapku."Mana bukunya, kita liat, seperti apa Cici kali ini. Yuk latihan. Siap?"
Anakku melonjak kegirangan. Dengan semangat ia mulai.

"Asalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ... bla ... bla ..."

Dengan lancar surat Al-Fatihah bersama artinya mengalir deras dari mulut mungilnya. Tajwid dan makhorijul hurufnya indah. Aku hanya perlu menambah serba sedikit, dari mulai retorika sederhana, senyum (yang memang sudah alami nempel terus di wajahnya) dan beberapa informasi tentang nama lain surat Al-Fatihah (itupun saya sunting dari buku catatannya).

Usai sholat Dhuhur, ia 'terbang' ke masjid dimana teman dan yang lainnya telah menunggu. Ada tiga orang finalis dari masjid komplek kami. Yang lain dari bidang Tahfidz (hafalan) Qur'an.

Sesuai keinginannya, aku mengantar mereka ke tempat lomba dan menungguinya.

Tak lupa kusertakan doa, agar kiranya Allah Yang Mahalembut meridloi langkah kecilnya.

"Anakku akan menyampaikan kebenaran ayatMu, ya Allah. Tolong lancarkanlah semuanya. Jadikan ia pemenang."

Pemenang adalah ia yang mampu bersyukur saat berhasil dan bisa tetap bersabar saat gagal. Dan aku ingin anakku bisa melewati keduanya.

Ini memang hanya sebuah perlombaan kecil untuk melatih keberanian, tapi dampaknya akan membekas hingga besar saat ia dapat melewatinya dengan gembira dan berprestasi.

Dan hasilnya ...

Cici tampil penuh percaya diri, menjadikannya mampu menguasai panggung. Dan ...
Subhanallah, ia keluar sebagai juara pertama.

Ud'uuni astajiblakum. Berdoalah, maka akan Aku kabulkan.

Mahabenar Allah dengan segala firmanNya.

Hari itu aku belajar banyak dari puteriku.
Hari itu aku berguru kepada Allah.
Tentang melatih menekan ego orangtua. Tentang berserah diri. Tentang mengiringi tumbuh kembang anak. Tentang kesabaran dan keikhlasan.

Senin, 15 Agustus 2011

aku mau setiap hari adalah Ramadhan


aku mau setiap hari adalah Ramadhan
sayang Rasulullah yang mulia tak pernah memperkenankannya
barangkali memang harus selalu ada jeda
bagi setiap perjalanan
menuju-NYA

padahal ruh
tak pernah mengenal kata istirah
selain saat Izrail mencabut

telah tiba dimanakah kini
sang ruh
yang menggeliat gelisah
setiap dentang membuncah waktu

aku mau setiap hari adalah Ramadhan
biar lepas segala keterjagaan
menerbangkan ruh ke Pintu Cahaya
meski oleh sebab debu lekat yang menggelayuti
ragaku tertatih semata
mencari dimanakah Pintu?




Kamis, 11 Agustus 2011

Dalam Renjana Berselimut Khouf dan Roja’

Sudahkah kukabari engkau tentang hatiku hari ini?
barangkali memang tak penting
tapi bukankah berpuluh kitab berkisah tentang cintamu yang lebat
terhadap nasib kami sepeninggalmu,
Wahai “yang lembut hatinya”?

Maka kupastikan
Engkau bersedia mendengar gumamku, lagi
Tentang renjana berkait khouf
Yang menelikung shadr-ku
Hampir setiap masa
Teristimewa di shaum ini
Padamu, wahai Bapak wanita penghulu surga

katanya aku itu pencintamu
katanya setiap saat kusebut engkau, di hatiku, di lisanku, di hadapan anak-anakku
agar merekapun mengenal, mencintai dan merinduimu
Katanya, kataku juga
kuikrarkan semesta ruhku rebah beserta kemuliaanmu
semata menahbiskan diri akulah diantara jutaan pengikutmu

Dalam renjana ku bershalawat
dalam khouf dan roja’ ku mengirim salam
benarkah aku ini terbilah dalam barisanmu kelak?
ataukah kesombonganku jua mengaku-ngaku sahaja?

Duhai Cahaya Swarga
menjelang Izrail menjemput, lisanmu tak henti bergumam
“Ummati … Ummati …”
Kegelisahanmu berabad lampau tentang kami
masih menggema bak gelombang alpha yang terurai
mku masih saja mendekap asa engkau memelukku dan berkata
“engkau ummatku ...”

Ya, aku sungguh takkan sanggup menghirup waktu
andai engkau berpaling
aku bersaksi atasmu
dalam renjana ku bershalawat
dalam khouf dan roja’ ku mengirim salam
mendekap harap engkau sudi menerima salamku
dan mengusap ubun-ubunku

Selasa, 09 Agustus 2011

di hari ke sembilan

Ibarat musafir di padang pasir, rindu mata air.
Ini hari ke 9, apa yang salah dengan diriku, hatiku, niatku, keseluruhan aku? Tergeragap aku di bilah pertama. Artinya aku harus henti sejenak, menatap cermin mengaca jiwa. Ada yang salah di awal shaum, sampai-sampai aku tak lagi menjadi aku yang kemarin ...
ah, iyakah aku merapuh?

Aku buka hanca mushaf, berharap melaluinya Allah tiupkan Cahaya, menembus hingga ke dasar, kemudian membuka keseluruhan isiku, lalu aku mengerti apa yang tengah terjadi. Inginku satu, jawaban.

Juzku mengabariku tentang aku. Allah menuntunku untuk mengenaliku sendiri. Melalui alif ba ta aku faham tentang aku. Tentang kekuatanku, tentang kelemahanku. Dalam beberapa hal ruhku dikuatkan Allah melalui juzku.

Tapi hari ini, di hari ke 9 shaum ini, aku difahamkan, bahwa ini adalah shaum terberat dalam berjihad, mengelola nafsu yang membuncah hampir meledakkan dada. Dalam setiap kesempatan selalu saja ada yang membuat lisanku istighfar, hati koyak dan rasa tak terindera. Bahkan oleh hal yang (biasanya) tak mampu membuatku goyah, kali ini bahkan hampir merusakkan shaumku. Astaghfirullahal'adzim ....

Kini terdiam aku, sementara mushaf terbuka dalam bacaan tartil yang hening. Biasanya hal tersebut membuka luas jendela jiwa, melapangkan shadr serta memberi luang pada qalbu, lalu mengalirlah sungai kejernihan. Allah telah menurunkan Nur-nya.

Kini, aku tertatih kembali, terus-menerus meluruskan niat, dalam setiap helaan nafas. Ternyata memang melawan diri sendiri sungguh sebuah perjuangan terberat, jalan terjal yang membutuhkan semangat membara tiada henti, melawan bisikan dan terjangan syaiton yang tak lelah menelusup hingga ke pori-pori iman.

Aku tahu Engkau tengah membelaiku, agar aku meniti tangga ke kemuliaan. Itupun bila aku mampu dengan benar melewatinya. Ya Allah, mampukan hamba ...

Ya Allah, masukkan hamba pada golongan orang-orang yang Kau naungi pada hari dimana tak ada lagi naungan selain naunganMu. Lindungi hamba, kuatkanlah hamba dan masukkan hamba pada golongan orang-orang yang beruntung. Aamiiin

Kamis, 21 Juli 2011

... entah ,,,

Aaargh ....
aku harus menulis apa?
bila setiap hari televisi menyiarkan berita saling tuding
mempertontonkan 'kejujuran'nya sendiri- sendiri

semuanya benar
katanya
yang lain bohong
katanya

lalu aku harus percaya siapa?
sedang di sebelahnya sederet kereta menarik gerbong berisi anak-anak lapar

inikah negeriku?

Jumat, 06 Mei 2011


Selalu ada hikmah dari sebaris cerita hidup, apapun kisahnya.

Pada mulanya barangkali hanya penggalan perjalanan, tapi di satu titik kita akan tahu bahwa itu sebuah pembelajaran, sebuah tahapan menuju tingkatan lebih tinggi, dalam hidup. Dan pada akhirnya melahirkan kematangan. Di titik itulah kita paham maksud Tuhan.

Sahabat, aku ingin berbagi. Kurang lebih setahun lalu, seorang sahabat blogger, Anazkia, mengadakan lomba menulis. Dan, karya pemenang lomba tersebut kemudian diterbitkan dalam sebuah buku berjudul : Blogger Berbagi Kisah Sejati.

Alhamdulillah, tulisanku ada di antaranya.

Tertarik membaca dan membelinya?
Silakan pesan ... !!

Mangga .. mangga ..


===============

Blogger Berbagi Kisah Sejati
Penulis : Anazkia, Akhi Dirman, Naqiyyah Syam, dkk
Penyunting : Indiepro
Tata Letak : Indiepro
Cover : Indiepro
ISBN : 978-602-9142-09-9
Ukuran : viii + 177 hlm; 14x 21 cm
Harga : Rp 35.000 (belum termasuk ongkos kirim JNE dari Tangerang)

“Kisah sejati selalu ada di setiap kehidupan manusia, hal yang manusiawi mengingat setiap orang menjalani keunikan hidupnya dengan takdir masing-masing. Andai ada kekecewaan dalam kisah sejati tersebut, perlu diingat bahwa setiap orang pasti melewati fase kekecewaan dalam hidup dengan bentuk apapun dan sebahagia apapun terlihat orang lain, jadi tidak perlu iri melihat kebahagiaan orang lain. Selamat belajar kehidupan dari kumpulan kisah sejati ini :) ”
Ari Wijaya, Penyiar Radio 103.4 DFM Jakarta, Founder Komunitas Blogger Multiply Indonesia


Buku ini berawal dari lomba menulis untuk para blogger yang mengangkat tema “Berbagi Kisah Sejati”. Dari ajang tersebut terpilihlah para blogger yang akhirnya naskahnya dibukukan sebagai dokumentasi, juga kenang-kenangan. Juga menjadi pelajaran, bahwa beragamnya kehidupan, itu penuh dengan warna suka dan duka. Tak semestinya kesedihan itu berpanjangan, ada kalanya sedih berujung pada kebahagiaan.

Dua puluh lima kisah sejati para blogger, yang kadang tak sedikit menguras air mata saat membacanya. Di sini, dalam buku ini, ada blogger, berbagi kisah sejati.

==========================

Tertarik dengan buku ini? Silakan pesan via SMS ke 085694771764 dengan Format : Nama, Alamat Lengkap, Judul Buku yg dipesan, Jumlah pembelian. Lalu Indiepro akan mengkonfirmasi ongkos kirim ke alamat kamu.

Setelah itu, kamu bisa transfer uang pembelian + Ongkos kirim ke no rekening berikut ini :

BCA no 0080346719 an Endah Widayati atau
BSM no 6007006333 an Dani Ardiansyah

Setelah itu, kamu bisa konfirmasi ke no tadi bahwa kamu sudah melakukan transfer.

Jumat, 15 April 2011

Menjemput Malam

Menjelang maghrib di pelataran sekolah, harus bergegas sebab sebentar lagi adzan memanggil, aku harus segera tiba di rumah, mengejar masa, menjemput istirah, meski sejenak saja.

Bungsuku menyambut penuh rindu : ibu kok lama?

Iya, Nak, ternyata pekerjaan kerap menyita waktu kita berdua, ya? Maafkan ibu, ya.

Kupeluk ia, kucium wangi tubuhnya.



Di dapur, piring dan kompanyonnya menumpuk, menunggu sentuhan tanganku. Alhamdulillah ... aku ternyata masihlah seorang ibu rumah tangga.

Coba 'cipuk' ini, Bu, masih hangat, suamiku menyodorkan penganan hasil karyanya. Subhanallah ... di tengah kesibukannya mengajar, suamiku ternyata masih setia dengan kegemarannya memanjakan lidah kami melalui kejutan-kejutannya.

Usai istirah sejenak, kusiapkan diri melicinkan dapur.

Usai sholat maghrib, mengaji bersama si bungsu, makan malam. Lalu ... 'ajari Cici matematika yang tadi siang, Bu, Cici belum ngerti.' Alhamdulillah ... anakku masih percaya ibunya bisa mengajarinya.

Malam ini, usai menidurkan bungsuku. Aku kembali menjemput malam dengan sederet mimpi yang kurangkai lewat aksara. Ya Allah ... jangan biarkan waktuku tersia-sia.

Kamis, 14 April 2011

mencumbui senja : sebuah catatan untuk enin dan aki

rasanya baru kemarin aku melihat gemawan berupa beruang yang perkasa. bersama enin dan aki, lembayung adalah menu setiap senja. Lalu ribuan binatang berebut hadir diantara awan, setidaknya begitulah enin bilang. Aku kecil asyik mencari kelinci di atas langit jingga.

rasanya baru kemarin aku menatap 'layung koneng' diiringi senandung enin. Usai mandi sore di atas pangkuannya, aku berharap semburatnya terus bersinar. Tapi rupanya ia telah kalah oleh bulan. Aku harus segera beranjak. Dituntun enin menuju mushola.

rasanya baru kemarin senja ini menghadirkan mereka berdua. Enin dan aki.
nyatanya senja itu telah menyeretku dalam waktu.

Enin dan aki telah pergi
dan aku telah tiba di awal senja
meski aku selalu ingin menghadirkan mereka berdua, dalam doa, dalam jiwa.

Sabtu, 26 Maret 2011

Earth Hour : Tindakan kecil dapat membuat perubahan besar.


Padamkan lampu yang tidak perlu, satu jam saja, malam ini.

Earth Hour adalah sebuah kegiatan global yang diadakan oleh WWF (World Wide Fund for Nature, juga dikenal sebagai World Wildlife Fund) dan diadakan pada Sabtu terakhir bulan Maret setiap tahunnya yang meminta rumah-rumah dan perkantoran untuk memadamkan lampu dan peralatan listrik yang tidak perlu selama satu jam untuk meningkatkan kesadaran atas perlunya tindakan terhadap perubahan iklim. (Wikipedia)

Sabtu, 19 Maret 2011

FF 100 kata "Long Distance Love" : Reuni

Rinda memeluk erat sahabat masa kecilnya.
"Aiih, Mirna, apa kabar?"
"Alhamdulillah, kamu masih saja mungil, Nda. Hai hai dikau belanja banyak amat. Mau selametan, ya?"

Dua bersahabat itupun asyik bernostalgia.
"Kamu masih ingat Fajar?" tanya Rinda mengulum senyum.
"Wah, bukannya dia menikahimu?"
"Tidak lah, aku mengundangnya di selametan pertunangan putri sulungku. Kamu dateng juga, ya. Awas kalau gak datang. Ajak juga suami dan anak-anakmu! Kita bisa sekalian reunian.

Mirna terdiam.
"Awas, jangan cari alasan gak datang!" Rinda mengancam.
"Oke, aku usahakan."

Tiga hari kemudian, di pesta itu, Mirna terhenyak, tubuhnya bergetar, saat melihat tuan rumah, papanya Santi, suami Rinda, adalah suaminya!

Jumat, 11 Maret 2011

Cahaya Di Atas Cahaya

Cahaya di atas cahaya ...
Cahaya berlapis. Saat sebuah cahaya berpendar, cahaya di dalamnya turut bersinar kemudian saling memantulkan. Berkilau, terang dan benderang. Cahaya dalam sebuah ruang tanpa sekat tanpa lubang. Benderang!

Sebuah keadaan yang sulit digambarkan, tetapi kuyakin dapat dirasakan. Oleh siapa?
Oleh mereka yang dipilih Allah karena inti dalam hatinya tak lagi terhijab. Tak terhalang oleh nafsu, tak terhalang oleh keinginan selain Tuhannya.

Aku ingin tiba di sana.
Di "nuurun 'alaa nuurin" cahaya di atas cahaya.

Ketika perjalanan telah tiba di titik ruhani, tiada lain selain ruh, merdeka dari segala macam keinginan serba materi. Cahaya itu akan bersinar dalam inti hati. Dalam keadaan apapun, dimanapun, di hati hanya ada Tuhan.

Ya Allah ...

Jumat, 11 Februari 2011

... kematian ...


Kematian adalah sebuah keniscayaan, meski ia selalu menjadi misteri bagi manusia. Seperti membidik awan, tak pernah seorangpun mampu membidik dengan tepat, sebab awan keburu hilang atau bergeser. Kematian tak bisa diminta atau ditolak. Seperti mengejar matahari, tak seorangpun bisa memilih kapan ia harus 'berhenti'. Jangankan memilih waktu dan tempat, menduga kapan kematian tiba pun tak seorangpun diberi kemampuan oleh Sang Pemilik Ajal.

Bilapun ada yang bisa melihat tanda-tanda kematian, Allah Azza Wajalla hanya mengilhamkannya serba sedikit. Tak ada yang bisa menduganya dengan tepat. Maka, disinilah barangkali letak alasan mengapa kematian menjadi sebuah hal yang menakutkan. Menakutkan karena ketidaktahuan, menakutkan karena tak terraba dan tak terindera. Menakutkan karena manusia tak dimampukan untuk tahu.

Tapi benarkah ia memang pantas ditakuti?

Kematian atau ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis, begitu wikipedia menerangkan.
"Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami, kamu dikembalikan" demikian Allah berfirman dalam Al-quran surat Al-Ankabut : 57)

Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit ataupun oleh sebab tidak alami seperti kecelakaan. Kelak, setelah jasadnya dikuburkan ia akan mengalami proses pembusukan. Tubuh yang semula demikian indah, akan berakhir dengan menjijikkan.

Andai saja Allah mau, dengan mudah tak akan Ia hancurkan tubuh indah manusia lalu membusuk dan kembali ke tanah. Tapi, selalu saja ada Kehendak di balik segala kejadian.
"Katakanlah : Sesungguhny kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kami, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS Al-Jumu'ah : 8)

Akhir kehidupan yang sangat dahsyat yang menunggu kita, semestinya makin memahamkan diri bahwa kita bukanlah hanya tubuh semata, melainkan "jiwa" yang dibungkus dalam tubuh. Dengan kata lain, manusia harus menyadari bahwa ia memiliki suatu eksistensi di luar tubuhnya. Bahwa kematian tubuh akan segera terjadi. Tubuh yang demikian indah ini satu saat akan menjadi makanan cacing. Sedang eksistensi manusia di luar tubuh, ia akan kembali kepadaNya. Ruh kitalah yang akan tetap hidup. Ruh inilah yang akan menghadap Allah. Ruh inilah yang akan pulang ...

Maka bila memang kematian pantas untuk ditakuti, apa yang sudah kita lakukan untuk menghadapinya?

Katakanlah: “Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja.” (QS. Al-Ahzab:16)

Maka sudahkah kita memiliki bekal untuk pulang?

Wallahu a'lam bishawab

Sabtu, 05 Februari 2011

monolog lagi

Berpuluh tahun Allah menitipkan ruang dan waktu untuk kurajut menjadi sebentuk manfaat bagi bumi dan kehidupan fana.

Berbilang tanda yang telah diisyaratkan olehNya sebagai penuntun jalan, meski hanya sedikit saja yang mampu kufahami.

Tak terbilang cinta yang telah Ia turunkan sebagai bekal mengisi rangkaian hari-hari kirimanNya, untuk diestafetkan pada sesama dan seantero bumi.

Lalu mengapa cinta itu kemudian hanyut ditelan kepandiran berbongkah hati yang bebal memberi makna pada setiap isyaratNya, yang paling jelas sekalipun.

Benar ...
lisanku demikian fasih menyebut asmaNya
hatiku runduk memanggil DzatNya
keseharianku kuusahakan ada dalam rangkaian koridorNya
tak kubiarkan darahku menyerap hal-hal yang Ia benci

Tapi ...
tetap saja aku tak yakin
sudahkah Ia ridlo atas hidupku?

Selasa, 01 Februari 2011

sebuah monolog


Perjalanan ini tak kan pernah berakhir, bila engkau tetap memikirkannya. Sebab ia bukan untuk dipikirkan melainkan untuk dijalani.

Pertanyaan ini tak akan pernah terjawab, bila engkau menyuarakannya dalam benak, sebab jawabannya tidak tersimpan disana melainkan bersemayam di dalam jiwa.

Hendak kemana engkau melangkah?
Hendak kemana engkau berlari?
Hendak kemana engkau mencari?

Sejauh engkau berlari, ia semakin menjauh.
Sekeras engkau mencari, ia semakin tak teraih.
Sebab engkau keliru memilih

Wahai para pencari ...
usah pergi ke negeri jauh
usah terbang ke negeri sebrang
usah kerutkan kening
usah berdebat dengan sengit

Kembalilah pada diri
tengok hatimu
pandang jiwamu
kembalilah

yang kau cari ada disana

kembalilah pada hati
kembalilah