Di Simpang Lima, Garut, seorang ibu menggendong putri kecilnya memasuki angkot yang kunaiki. Sambil sibuk meladeni celoteh si kecil yang kutaksir baru berusia antara 2-3 tahun, sang ibu terus pula mengingatkan agar si kecil memakai jilbabnya.
Anak itu memakai busana muslim, tapi kerudung (yang serasi dengan bajunya itu) ia pegang saja. Anak-anak biasa begitu, bukan? Wajah tembamnya memang lucu bila dihiasi jilbab. Kendalanya, anak-anak biasanya tak tahan panas, apalagi bila ia tak betah pake 'asesoris' kepala. Sebenarnya kerudung tak pantas dibilang 'asesoris'.
"Ayo, pakai kerudungnya, Nak." Merdu. Berkali-kali, hingga sampai pada cenderung memaksa.
Tapi anehnya (atau lucunya?) si ibu justru gak pakai kerudung!
Kupikir itulah kesalahan nomor 1 orangtua, yang membuat negeri ini subur dengan koruptor! Anak diberi perintah, bukannya teladan. Susah membuat anak menurut bila apa yang diperintahkan tak dilakukan oleh sang pemberi perintah.
Berbuih mulut hanya akan membuat aroma tak sedap, cenderung busuk, sepanjang apa yang dibuihkan tak memiliki jiwa.
Pemerintah, penguasa, wakil rakyat, apapun sebutannya, dulunya adalah anak-anak. Anak dari orangtua yang memimpikan mereka menjadi orang baik dan benar. Polusi hati membuat mereka menjauh dari hakikat kebenaran, meski mulutnya tak henti bicara tentang kebenaran.
Sederhana saja sebetulnya, semua hanya perlu dilakukan dengan - memulai dari diri sendiri - Ketika para penguasa dan seluruh rakyat sepakat berteriak "Hapus Koruptor", sedang pola asuh, pola hidup dan pola-pola lain keseharian yang dilakukan tak berawal dari kejujuran dan kesetiaan pada kebenaran, semua gempita hanya akan menjadi buih di lautan.
Peristiwa di angkot tadi, menerbangkanku pada negeri khayalan, 20 tahun mendatang. Negeri makmur, hijau dan bebas koruptor karena penguasanya adalah anak-anak masa ini yang dididik dengan cinta dan keteladanan. Bukan sekedar perintah dan 'petunjuk'.
Bukan sekedar keinginan menjadikan anak lebih baik dan lebih shalih dari ibunya (dan setiap orangtua), perintah memakai kerudung (dan semua perintah atau himbauan apapun) adalah setitik noktah yang akan menjadi lingkaran hitam bila tak dibarengi keteladanan. Berbalik menjadi sebuah bumerang yang mematikan.
Maka, mari jadikan anak-anak kita qurrota'ayun dan imam bagi orang-orang yang beriman, dengan teladan dari orangtuanya, agar negeri ini tak menjadi sarang kejahiliyahan modern.
Anak itu memakai busana muslim, tapi kerudung (yang serasi dengan bajunya itu) ia pegang saja. Anak-anak biasa begitu, bukan? Wajah tembamnya memang lucu bila dihiasi jilbab. Kendalanya, anak-anak biasanya tak tahan panas, apalagi bila ia tak betah pake 'asesoris' kepala. Sebenarnya kerudung tak pantas dibilang 'asesoris'.
"Ayo, pakai kerudungnya, Nak." Merdu. Berkali-kali, hingga sampai pada cenderung memaksa.
Tapi anehnya (atau lucunya?) si ibu justru gak pakai kerudung!
Kupikir itulah kesalahan nomor 1 orangtua, yang membuat negeri ini subur dengan koruptor! Anak diberi perintah, bukannya teladan. Susah membuat anak menurut bila apa yang diperintahkan tak dilakukan oleh sang pemberi perintah.
Berbuih mulut hanya akan membuat aroma tak sedap, cenderung busuk, sepanjang apa yang dibuihkan tak memiliki jiwa.
Pemerintah, penguasa, wakil rakyat, apapun sebutannya, dulunya adalah anak-anak. Anak dari orangtua yang memimpikan mereka menjadi orang baik dan benar. Polusi hati membuat mereka menjauh dari hakikat kebenaran, meski mulutnya tak henti bicara tentang kebenaran.
Sederhana saja sebetulnya, semua hanya perlu dilakukan dengan - memulai dari diri sendiri - Ketika para penguasa dan seluruh rakyat sepakat berteriak "Hapus Koruptor", sedang pola asuh, pola hidup dan pola-pola lain keseharian yang dilakukan tak berawal dari kejujuran dan kesetiaan pada kebenaran, semua gempita hanya akan menjadi buih di lautan.
Peristiwa di angkot tadi, menerbangkanku pada negeri khayalan, 20 tahun mendatang. Negeri makmur, hijau dan bebas koruptor karena penguasanya adalah anak-anak masa ini yang dididik dengan cinta dan keteladanan. Bukan sekedar perintah dan 'petunjuk'.
Bukan sekedar keinginan menjadikan anak lebih baik dan lebih shalih dari ibunya (dan setiap orangtua), perintah memakai kerudung (dan semua perintah atau himbauan apapun) adalah setitik noktah yang akan menjadi lingkaran hitam bila tak dibarengi keteladanan. Berbalik menjadi sebuah bumerang yang mematikan.
Maka, mari jadikan anak-anak kita qurrota'ayun dan imam bagi orang-orang yang beriman, dengan teladan dari orangtuanya, agar negeri ini tak menjadi sarang kejahiliyahan modern.
orang-orang yang berteriak "hapus koruptor" itu adalah orang-orang yang tak kebagian jatah untuk melakukan korupsi, sehingga
BalasHapusteriakannya pun jalang..!!
umpatannya nanar....!!
20 tahun, 40 tahun atau 100 tahun pun bu, bila polanya adalah memerintah tanpa memberi tauladan apalah artinya anak-anak peradaban.
@ mas ichang : iya, mas. Tapi kita tetap harus punya harapan bukan? Dan kita bergerak untuk anak-anak kita, untuk masa depan negeri ini.
BalasHapusTrims, mas sudah mampir
di beri perintah, bukan teladan.. ini hal yang akan kupelajari, aku mendapatkannya hehe.. keren :)
BalasHapussalam kenal mba :), makasih kunjungannya
ya seharusnya si ibu beri contoh dulu ya..
BalasHapussemoga negeri hayalannya bisa bener2 tercipta iia bun :)
BalasHapusbetul juga ya.
BalasHapuskita sulit menemukan figur untuk diteladani. yang ada malah figur-figur terlanjur rusak yang tanpa sadar gita tirui terus.
anak-anak/rakyat tidak butuh perintah...mereka butuh suri tauladan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-harinya....."alah biasa karena biasa'. Teh, suatu hal yang sering dilakukan secara intens, dilakukan secara kumulatif apakah itu benar atau tidak, baik atau buruk, halal atau haram, akan dianggap suatu KEBENARAN!!
BalasHapushatur nuhun.....Salam ti Jogja... (adam-hawa)
"Ralat" "alah bisa karena biasa"
BalasHapuswah berat neh pembicaraanya,,,,,biasanya org2 baik sekalipun masih kena fitna padahal dia sdh melakukan hal2 yg baik,,,jd bengong sendiri deh jdnya mana yg benar2 korup mana yg tdk..
BalasHapusfollow U Sob,,Thank U banyak.
Subhanallah.. Mbak, bagaimana bisa ya? Saya mau menulis hal yang sama, karena beberapa hari yang lalu saya juga mengalami hal seperti itu juga. Kadang banyak yang lupa, kalau contoh perbuatan lebih 'ampuh' dari sekedar perintah ataupun hukuman..
BalasHapus@ Puisi Cinta : ya, intinya keteladanan, trims ya
BalasHapus@ Cerpenis : iya, mbak, contoh adalah pelajaran yang paling manjur
@ genial : aamiin
@ Rian : kita musti pinter2 milih teladan, Mas
@ gogobrog : setuju. Salam juga buat keluarga disana, semuanya. Nuhun ...
@ mbak ajeng : Subhanallah... Rupanya hal itu memang tengah menjadi kekhawatiran kita semua, ya, mbak.
Setuju. Saya malah sebel kalau melihat orang tua memaksa-maksa anaknya. Apalagi hal yang dipaksakan itu belum dilakukannya.
BalasHapusAnak memang membutuhkan keteladanan daripada sekedar nasehat ya mbak. Konsistensi sangat dibutuhkan dalam hal ini.
BalasHapusSetuju bu...
BalasHapusMudah-mudahan bukan cuma di negri dikhayalan, tapi negeri yang nyta terutama Indonesia bisa menjadi negeri yang adil dan makmur yang terbebas dari para tikus tikus berdasi tuk tahun kedepan..
setuju Mbak Annie
BalasHapussaya suka sama kalimat penutupnya
sarang kejahiliyahan modern
hhm, harus dari diri sendiri ya
agar bisa mengajari anak anak
thank u banyak sdh berkunjung balik,,,tapi ngomong2 blog sy blom di follow neh,,,,,he,he,he,,di tungggu follow baliknya.
BalasHapuspesan buat para calon ibu, *nunjuk diri sendiri*
BalasHapusmakasih sharingnya mbak annie