Ketika hati menyimpan cerita luka, energy tersedot habis olehnya.
Pikiran penat, wajah tidak nampak bagus (bayangkan wajah cantik yang tertekuk
berlipat sepuluh), badan seakan habis memanggul berkarung-karung beras (emang
pernah ya ngangkut beras?). Ketika ada
yang bertanya, jawabannya meninggi saja. Kasihan sang penanya, kena semprot teu
pupuguh, dan sesudahnya ada sesal
dan perasaan bersalah. Tambah lagi deh masalah. Pokoknya parah!
Selalu, manusia butuh mengalir. Saat mengalir, manusia menjalani
dunianya, meliuk, menyempit diantara bebatuan, menghantam karang, menembus
lorong, berakrobat trapeze, apapun namanya, dengan leluasa. Atau sesekali diam
dalam delta, tergantung ia perlu. Saat mengalir, manusia hidup. Tak ada luapan.
Tak ada kebiri. Semula, dengan
kejam aku menyumbat aliran itu, bahkan
dengan sengaja semakin menambah sumbatannya dengan berbaik-baik kepada sang
penghunus pedang, dengan harapan aku bisa membunuh rasa sakithatiku akibat
ulahnya. Akibatnya, aku menerkam diriku sendiri, melumatnya habis hingga tak
bisa lagi bernafas!
Sekarang, aku butuh obat. Bila sumbatan kemarin itu penyakit, maka
obatnya adalah menulis, Aku tengah mengobati diri sendiri dengan menulisimu.
Menulis adalah terapi. Maka menulislah
aku, membuang apapun yang ada di kepala
ke dalam keranjang besar berisi aksara. Selain
berisi sampah, kali ini aku mengisinya dengan mutiara. Ya, mutiara asli, kuambil dari aksara Al-quran
melalui
penelusuran struktur abjad, tersusun dari sekian waktu pergumulanku
dengan mukjizat abadi yang dengan ajaib hidup secara sistemik. Guruku
mengajarkan bahwa Alquran akan menjalankan sistemnya sendiri saat ia dibaca,
dikaji, dianalisa, termasuk ditulis dan secara otomatis diamalkan, tanpa tendensi
apapun selain karena Allah swt. Metoda ikhlas.
Secara berkala aku menulis. Kali ini menulis dengan metodologi
Struktur Al-quran. Sebuah metode mengaji yang lebih intim (bagaimana
menerangkan sebuah perjalanan ruhani yang memabukkan, ya?) Mengaji, mengamati symbol, menganalisa
tanda-tanda, dan mengamalkan dengan istiqomah. Aplikatif.
Ibarat perjalanan di area amnion, dan menulis adalah awal
pembuahan, maka kulalui proses sejak
pembuahan, kemudian tumbuh menjadi sebuah embrio, peniupan ruh yang menghadirkan
sensasi spiritual yang menggetarkan, memelihara keseimbangan emosi, hingga tiba
di titik puncak proses kelahiran dengan
segala keluhan dan pengalaman mencengangkan. Satu kelahiran telah ditakdirkan. Satu ayat
seribu satu petualangan (aku menghitung,
satu ayat lebih dari sepuluh huruf, dan satu huruf mengandung 10 kebaikan, maka
berapa huruf untuk 19-20 ayat? ) Aku tak punya kalimat tepat untuk semua
perjalanan itu, selain : Menakjubkan.
Kutatap hasil tulisanku.
Subhanallah
…
Deretan
aksara Al-Quran berpendaran, lekuknya indah, bukan hasil cetakan, melainkan
tulisan tangan. Tulisanku. Dengan izinNya, telah kuikhtiyarkan syifa bagi
beberapa titik anatomi tubuhku melalui proses ini. Memang tak makan waktu
seharian, tetapi efeknya sungguh tak terdefinisikan. Aku tak pandai menerjemahkan sesuatu yang
seindah Al-Quran, yang ingin kusampaikan adalah proses ini membuatku sembuh.
Dada lapang selapang-lapangnya …
Fabiayyi
aalaa i robbikumaa tukadzdzibaan (Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Jangan
pernah merasa tak pantas untuk mengkaji Al-quran, seberapa bebalnyapun kita,
sebab dengan penuh kasih, Allah swt berfirman : “Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah 17 – 19).
Ketika
tak paham bahasa Al-Quran, saat kita mau membacanya, kepahaman itu akan lahir
dengan sendirinya, melalui bahasa yang kita mengerti. Bahasa yang bukan aksara,
bisa dalam bentuk apapun, bahkan tak kita duga. Yang pasti, usai membaca, akan
tiba di sebuah jawaban. Benarkah?
Yakinlah,
Allah tak pernah bohong dengan firmanNya! “ … atas tanggungan Kamilah
penjelasannya.”
Ini
bukan semata untuk hati, melainkan pula untuk semua jenis penyakit yang bahkan
mungkin belum ada namanya saat ini. Al-quran akan menjawab semuanya.
Apa
yang kudapat sekarang?
Sebuah
pencerahan …
Setidaknya
untukku sendiri
My
library
Aku mendapat pencerahan disini teteh, slalu....
BalasHapusterima kasih, belajar tdk perlu dibangku sekolah...membaca catatan hati mereka yg memiliki hati yg besar jg menambah ilmu dan pemahaman hidup :)
akhirnya blog ini terisikan lagi...
suka banget sama kata2 ini ", Aku tengah mengobati diri sendiri dengan menulisimu. Menulis adalah terapi. Maka menulislah aku"
BalasHapusSelamat malam....
BalasHapusBlogwalking ya keluarga bloggerku...
Main-main ke blog baruku...
www.plumblush.blogspot.com
terutama teman-teman yang suka dandan, yang mau belajar dandan.. minggu depan mau bagi-bagi alat makeup gratis nih....
ditunggu kehadirannya di rumah baruku....
-N-
Assallamu'alaikum...
BalasHapusTos lami teu nepangan ka garut. Kumaha damang ceu?
Sae pisan eta tulisan, ggagugah pisan...
menulislah karena dengan menulis membuatmu jiwa bebas diangkasa tanpa kerangkeng jeruji seperti didunia nyata
BalasHapusBila sumbatan kemarin itu penyakit, maka obatnya adalah menulis, Aku tengah mengobati diri sendiri dengan menulisimu. Menulis adalah terapi. Maka menulislah aku, membuang apapun yang ada di kepala ke dalam keranjang besar berisi aksara <-- Like this banget. Apa kabar mbak Ani? Maaf, lama tdk silaturahim kesini
BalasHapus