Akukah yang keliru …
Berpuluh tahun kupercaya, engkau tak pernah alpa. Beribu peristiwa terjadi di lingkar cahayamu. Ribuan hari ku dijaga saat semburatmu tiba. Lalu …
Kemana engkau kali ini …
Mengapa mesti ada yang terasa kurang saat engkau tiada? Padahal hari tetap melakukan tugasnya dengan berlari. Puluhan rencana tetap harus dieksekusi, ada atau tiadanya engkau. Sebab jarum jam telah menunjuk arah ke depan.
Teman seperjalananku bilang, “engkau bukannya tiada. Lihatlah, gelap itu telah memburai. Bukankah itu pertanda bahwa engkau telah tiba? Hingga dunia mati, engkau tak pernah berpaling dari Tuhan. Tak seperti kebanyakan manusia, alpa dan dusta ibarat garam yang dicampur di setiap hidangan. Engkau tidak. Takdirnya adalah menerangi bumi, lain tidak.”
Lalu kemana engkau kali ini …
Hitam memang tidak, kelabu, iya. Engkau belum jua tiba. Marahkah ?
Aaaah,ya. Mungkin engkau bosan membangunkan kami yang terus menerus terbenam di mimpi tak berujung. Atau muak memandangi kami saat dengan ringan mengambil hak orang, berbicara tak pantas, berkoar-koar seakan dirinya yang paling bersih, membela orang berduit bukan mengasihi orang yang benar, memberangus keadilan, mencopot ketentraman, mengangkangi kebenaran, mengubur kehormatan, meninggalkan kasih sayang, dan banyak lagi kebobrokan moral.
Itukah yang membuat engkau tiada?
Duuuh, matahariku …
Jangan pernah engkau bosan membangunkanku dari impian yang tak pernah berujung. Jangan pernah engkau sembunyi di balik kelabunya awan yang menghitam. Sebab engkaulah pertanda bagiku. Pertanda bagi bentangan hidup ke depan. Pertanda bahwa bumi ini masih berusia panjang, menahan beban segala hasrat sisi hitam sekaligus menemani pencarian segala takdir kedirian sisi lain. Pertanda adanya hidup hari esok.
Lihatlah, kali ini aku menengadah, mencarimu. Meski hanya bentangan kitab langit yang terbuka, nircahaya.
Akukah yang keliru, atau buta memahami pertanda …
Sedang cahaya tak mesti kasat mata, kuinsyafi itu.
Aku ingin sepertimu, menjalani takdirmu semata. Tanpa pengkhianatan dari dalam diri sendiri, yang kerap melarikan keberpihakan pada nurani. Yang membuat cahaya itu meredup kemudian hilang. O, matahari, aku tak mau!
Lalu kumamah dalam hening hidangan Sang Nabi dalam sabdanya : “Musuhmu yang terbesar adalah hawa nafsu yang berada diantara kedua sisimu.”
O, Penguasa Matahari …
Izinkan aku memahami segala takdirku, lalu menemukan matahariku menyinari langit jiwa. Dan bermuara di pelataran rasa nafs al-muthma’innah, jiwa yang tenang tenteram. Agar sampailah aku di sebuah keadaan, yang kelak engkau sambut, sesuai firmanMu : “Wahai jiwa yang tenang tenteram, kembalilah kepada Tuhamu dengan hati yang puas lagi diridloi-Nya” (QS Al-Fajr 27-28). Bila kelak saatku tiba.
Sehingga apapun yang terjadi di bumi ini, matahari sirna sekalipun, aku tentram dalam dekapMu…
Amin....
BalasHapusAmin.. Hiks,takut membayangkan kalau sampai matahari ngambek.
BalasHapusSiang mbak, apa kabar?
matahari itu nikmat yang mesti disukuri. kalau matahari gak mau nongol lagi, celakalah bumi! gulita, tumbuhan layu. serem.
BalasHapus-_-_-_-_-_-_-Cosmorary-_-_-_-_-_-_-
BalasHapus*******Salam ‘Blog’!!*******
“””Jadikan itu matahriku
Tongkat kehidupanku
Selimutiku dalam kabut
Gelap tiada penunjuk jalan
Tersandung batu di tengah malam
Aku punya remang
Selalu menyinari”“”
-_-_-_-_-_-_-Cosmorary-_-_-_-_-_-_-
bagus bgt mba..dan semoga matahari terus membangunkan kita dari mimpi yang tak berujung..
BalasHapusSeperti aku, mb berhari-2 aku pengen liat cerahnya mentari, bukan mentari yg tertutup buram..
BalasHapus@ alrezamitarik : amiiin
BalasHapus@ eve : matahari selalu ada, kita yang sering alpa, mbak.
@ ra-kun : benar sekali, apapun harus selalu disyukuri. Saat kita alpa, maka bumi akan menggeliat, alam akan mengamuk. Maka tiada lagi pegangan selain hanya kepadaNya. Tuhan semesta alam.
@ aviorclef : maaf belum kesana, di rumah susah BW, mas.
@ Ninneta : wah, terima kasih banyak. Nanti saya boyong deh.
@ isti : amiiin, asalkan kita mau segera bangun.
@ Lilah : alam tengah bersedih, mbak, melihat manusia yang kian jauh dari jalanNya.
kunjungan perdana.. langsung bengong..
BalasHapusblog yang hebat!
Ah...saya selalu terpukau bila membaca untaian2 kata dari bu Annie
BalasHapus@ Darin : kusambut kunjungan perdanamu, sobat. Langsung suka hehe ...
BalasHapus@ Noor's blog : terima kasih, Mas
...........apapun yang terjadi di bumi ini, matahari sirna sekalipun, aku tentram dalam dekapMu.........( amin, insya Allah )
BalasHapusSemuga kita masih selalu bertemu matahari, amin...
BalasHapusDisisiNYA, selalu mendekat kepadaNYA...akan terasa tentram,,,
BalasHapusajakan yang terucap dari hati yang bersih
Aku tercubit membaca tulisan mbak Anie.
BalasHapusTerima kasih mbak...
wah sebuah cerita yg sangat inspiratif,,,
BalasHapustafakur,,
membuat kita merenung akan arti cahaya itu,,
nice mba,,
salam langitsenja,..
semoga lebih bisa kita mengendalikan diri kita ya teh
BalasHapusbarangkali mentari masih berdialog dalam temaramnya, masihkah ada yang mengharapkan dengan ihlasnya? masihkah dinanti dengan imannya?
BalasHapusbarangkali mentari masih gamang, dalam berjuta galau yang tak berujung..akan sebuah pertanyaan yang entah terjawab. tetapi kita adalah para pencari sinar yang akan terus memburu dan mencari.insyaallah mentari kan selalu mendekap kita dalam Asma-Nya
Amin. Sukses terus dan barokah untukmu sobat.
BalasHapussemoga Allah membimbing hati kita.
BalasHapusagar hati kita tidak dirajai oleh hawa nafsu kita sendiri.
amiin...
makasih mbak, mengingatkan saya padaNya, yg kadang2 tidak dijadikan sbg prioritas :(
BalasHapus-_-_-_-_-_-_-Cosmorary-_-_-_-_-_-_-
BalasHapusAssalamualaikum,
*******Salam ‘Blog’!!*******
Mampir ke blog sahabat, lagi,,,,
Kunjungan di hari minggu yang indah...
matahari yg sangat indah, hangat menyinari bumi
BalasHapuscantik tulisannya
BalasHapusindah banget tulisannya mba anni. menurutku ini tulisan paling indah dari tulisan2 sebelumnya. sebuah masterpiece dari anni rostiani. aq suka penggalan kata2 : terbentang kitab langit, nircahaya. metafora yang sangat menawan.
BalasHapusAssalamu'alaikum
BalasHapusWah tulisannya bagus. Mungkin kita bisa bertukar artikel kapan2. Salam kenal ya dari saya di Bekasi.
Salam
Aku selalu terpesona dengan untaian kata yang tertulis indah disini.
BalasHapus*Punteun nembe linggih deui.
amiin.
BalasHapussemoga Allah selalu menetapkan iman dan taqwa di hati kita.
menanti datangnya pagi sambil menginstropeksi diri ya mbak. Duh, jadi pengen seperti mbak. Semoga hari-hari kita senantiasa diberi keberkahan olehNya
BalasHapusbaru berkunjung menemukan tulisan yang bagus..
BalasHapusPencerahan lagi nih... Astagfirullah... kadang suka lupa jika melihat langit tp lupa sama yg menciptanya. Yang dilihat hanya kerindahannya semata...
BalasHapusIndahnya bila kita lebur bersama cahaya! Selalu dibutuhkan alam semesta beserta isinya!
BalasHapusPencerahan yang indah, kita semua dapat mengenal Kebesaran Allah dari Alam Semesta ini! Banyak ilmuwan non muslim membuktikan perilaku kondisi dunia ini berdasarkan Al-Quran dan terbukti sehingga mereka menjadi muslim seutuhnya!
BalasHapusDimalam hari aku selalu merindukan kehangatan matahari!
BalasHapusberkunjung...komen dulu baru baca akh..hueheheh
BalasHapusindahhhh...........
BalasHapusgak bisa komntr lagi mba *_*
blog ini adalah guruku dalam menulis.
wawwwwww..... i just can say it...:)
BalasHapus“Wahai jiwa yang tenang tenteram, kembalilah kepada Tuhamu dengan hati yang puas lagi diridloi-Nya”
BalasHapusaku juga ingin seperti itu kelak ketika tiba waktuku...
Begitulah kesetiaan matahari menyinari bumi dan seisinya..salam kenal..
BalasHapusnice post
BalasHapus