Jumat, 15 April 2011

Menjemput Malam

Menjelang maghrib di pelataran sekolah, harus bergegas sebab sebentar lagi adzan memanggil, aku harus segera tiba di rumah, mengejar masa, menjemput istirah, meski sejenak saja.

Bungsuku menyambut penuh rindu : ibu kok lama?

Iya, Nak, ternyata pekerjaan kerap menyita waktu kita berdua, ya? Maafkan ibu, ya.

Kupeluk ia, kucium wangi tubuhnya.



Di dapur, piring dan kompanyonnya menumpuk, menunggu sentuhan tanganku. Alhamdulillah ... aku ternyata masihlah seorang ibu rumah tangga.

Coba 'cipuk' ini, Bu, masih hangat, suamiku menyodorkan penganan hasil karyanya. Subhanallah ... di tengah kesibukannya mengajar, suamiku ternyata masih setia dengan kegemarannya memanjakan lidah kami melalui kejutan-kejutannya.

Usai istirah sejenak, kusiapkan diri melicinkan dapur.

Usai sholat maghrib, mengaji bersama si bungsu, makan malam. Lalu ... 'ajari Cici matematika yang tadi siang, Bu, Cici belum ngerti.' Alhamdulillah ... anakku masih percaya ibunya bisa mengajarinya.

Malam ini, usai menidurkan bungsuku. Aku kembali menjemput malam dengan sederet mimpi yang kurangkai lewat aksara. Ya Allah ... jangan biarkan waktuku tersia-sia.

Kamis, 14 April 2011

mencumbui senja : sebuah catatan untuk enin dan aki

rasanya baru kemarin aku melihat gemawan berupa beruang yang perkasa. bersama enin dan aki, lembayung adalah menu setiap senja. Lalu ribuan binatang berebut hadir diantara awan, setidaknya begitulah enin bilang. Aku kecil asyik mencari kelinci di atas langit jingga.

rasanya baru kemarin aku menatap 'layung koneng' diiringi senandung enin. Usai mandi sore di atas pangkuannya, aku berharap semburatnya terus bersinar. Tapi rupanya ia telah kalah oleh bulan. Aku harus segera beranjak. Dituntun enin menuju mushola.

rasanya baru kemarin senja ini menghadirkan mereka berdua. Enin dan aki.
nyatanya senja itu telah menyeretku dalam waktu.

Enin dan aki telah pergi
dan aku telah tiba di awal senja
meski aku selalu ingin menghadirkan mereka berdua, dalam doa, dalam jiwa.