Selasa, 29 Desember 2009

MEMBAGI OLEH-OLEH DARI C.O (CURUG OROK)


Memenuhi janji kepada anak-anak binaan (Pustakawan Siswa), kemarin saya bersama mereka melakukan Tadabur Alam ke CO alias Curug Orok. Berkumpul di sekolah, lalu pukul 8 pagi kami meluncur ke arah selatan Garut.

Garut pagi mulai menampakkan udaranya yang khas. Dingin dan segar.

Dan semakin dingin ketika daerah tujuan kian dekat. Maklumlah, Curug Orok lokasinya berada di Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang, Garut, yaitu di kaki Gunung Papandayan. Letaknya sekitar 35 km dari Kota Garut.

Oya, curug adalah air terjun dalam bahasa Sunda. Sedangkan Orok berarti ‘bayi’ Lalu mengapa curug ini dinamai Curug Orok? Ternyata ada sejarahnya. Konon pada suatu ketika di curug ini ditemukan seorang bayi yang masih merah yang dibuang orang tuanya setelah melahirkan. Kabarnya ibu sibayi merasa malu punya anak hasil dari hubungan gelap. Bayi itu akhirnya terpaksa dibuang ke curug. Karena disitu ditemukan seorang 'orok' maka masyarakat di sekitarnya menamai curug itu dengan sebutan Curug Orok.

Sepanjang perjalanan, mata ini dimanjakan oleh pemandangan indah menghijau dari hamparan perkebunan teh yang melandai. Subhanallaaaah …. Betapa indah lukisanMu. Saya terpesona. Sungguh …

Tiba di area parkir dan memandang ke arah Selatan, kita bisa melihat garis biru yang ternyata merupakan Samudera Hindia. Dari area ini pula kita bisa mendengar suara air terjun yang menderu, memecah bebatuan. Dari sini pula kita dapat memandang pepohonan yang mengelilingi lokasi curug, seperti jejeran pinus yang mendominasi diantara puluhan pohon liar lain dan beberapa pohon papaya. Agak di kejauhan, di pinggir tebing agak ke barat terhampar kebun palawija milik petani.

Kami harus menuruni anak tangga (konon hingga ratusan saking banyaknya) untuk sampai ke lokasi air terjun. Memandang demikian indah ciptaan Tuhan yang terhampar di depan mata, saya lupa akan jumlah anak tangga yang harus dilalui. Diantara air terjun yang menghantam bumi dari ketinggian 20 meter hingga menimbulkan suara yang penuh wibawa itu, terdapat juga beberapa air terjun kecil yang menyeruak diantara bebatuan dan pepohonan kecil. Air yang bening tersebut, sebenarnya berasal dari aliran sungai bawah tanah yang menembus dinding batu.

Curug Orok ....

anak-anak semangat sebelum meniti tangga pertama

Saya berfoto sejenak bersama anak-anak sebelum turun lagi meniti tangga ke air terjun

Anak lelaki sudah tiba rupanya, langsung menyeberang dan saling memotret

Disamping dapat menikmati keindahan curug, saya dan anak-anak bisa bermain air (sekalian berenang, kalau mau, soalnya airnya dingiiiin banget) di kolam renang Air Cikahuripan. Lokasinya bersebelahan dengan bebatuan besar antara aliran air curug. Boleh berenang, tapi harus tahan brbrbrrrrrrr …. Dingiiiin kayak es !!!

Usai bermain air, makan dan berganti pakaian, kami melingkung (berkumpul melingkar) di rumah besar yang tersedia disana, untuk bersilaturahmi, saling berbagi, nyanyi-nyanyi sambil memandang hujan. Ya hujan …. Hihi...kami kehujanan !!

Nah, sepulang dari sana, saya ingat belum memajang award-award dari sahabat, maka kuposting saja sekarang sebagai oleh-oleh dari Curug Orok.
Yang ini saya kemas dari sahabat Ivan Kavalera, pemilik kedai kopi. Di kedai kopinya pemuda kita ini nyaris tak pernah bicara sastra yang menjadi kefasihannya. Disana, sambil ngopi, kita selalu bisa ngobrol tentang berbagai hal. Nah, ia telah mengirimi saya award yang keren. Ini dia



Yang ini dari Kang Sugeng, sang mantan copet yang tekun menulis diary sejak lama, yang tulisannya bermakna dalam, yang telah memberi saya ilmu menulis puisi, yang juga begitu baik berbagi award persahabatan ini.


Yang ini dari nuansa pena, yang tulisannya selalu menggugah rasa. Sebetulnya saya suka yang no 22 yaitu "Writing Award" tapi berhubung saya sudah dikirimi award serupa dari kedai kopi, maka saya pilih no 25 aja, sebab spiritnya hampir sama, yakni menulis tiada henti berbagi bersama teman sebumi. Inilah award pilihan saya itu.


Yang ini dari sang pecinta Kuning, Elsa, yang tulisannya selalu segar persis template blog-nya yang charming.


Kubagikan kepada semua sahabat yang telah datang dan memberi apresiasi. Silakan pilih salah satu, dua, atau semua. Semoga berkenan menerimanya.

Minggu, 27 Desember 2009

SAHARA NAINAWA DAN BULAN MUHARAM


Sahara Nainawa?
Mungkin tak banyak yang tahu dimana ia...

Tapi saat kusebut : Padang Karbala?
Maka keseluruhan anatomi tubuh, jasad maupun ruh, sepakat melayang ke abad lampau, saat Al Husein, putera Sayidina Ali bin Abu Thalib, cucunda tercinta Rasulullah Muhammad saw, syahid disana.

Benar, Sahara Nainawa adalah nama lain Padang Karbala.

Mengenang Padang Karbala adalah mengenang luka yang dalam. Betapa keserakahan telah menumpulkan nurani, betapa kekuasaan telah menafikan hubungan darah. Ini adalah tragedi terbesar dalam hubungan persaudaraan sesama muslim. Sulit diterima akal bagaimana bisa keturunan shahabat Nabi, memutuskan untuk memerangi cucu tercinta Nabi.

Berabad sudah peristiwa itu berlalu, kita masih mengenangnya. Ada banyak peristiwa lain yang membuat Muharam sebagai bulan bersejarah hingga patut diisi dengan renungan dan ibadah, Padang Karbala tetap memiliki tempat di bilik jantung umat muslim.

Dengarlah kata-kata Al Husein saat berada di Karbala, tempat beliau akan di bunuh oleh pasukan Yazid bin Muawwiyah pimpinan Hurr bin Yazid Al Riyahi(Hurr ini pada akhirnya -di tengah peperangan tersebut- berbalik membela kehormatan keluarga suci Muhammad SAW, dan gugur sebagai syuhada).

"Wahai masa, Kau bukanlah kawan sejati, Kau hanya berputar antara pagi dan sore hari, antara orang pencari, kawan dan yang dibantai.
Masa, Kau tak pernah puas dengan pengganti.
Semua urusan hanya ada di tangan Ilahi. Semua yang hidup akan mati.
Alangkah dekatanya waktuku untuk segera pergi ke Surga, tempat istirahatku yang abadi
."


Di tempat lain dalam perjalan menuju Kufah (Irak) sebelum di belokkan ke Nainawa, di sebuah tempat yang bernama Zubalah, Al Husain berkata,

"Jika Dunia ini mempunyai harga, Ketahuilah pahala di sisi Allah lebih berharga.
Jika badan tercipta untuk kematian, maka kematian di jalan Allah lebih utama.
Jika rezeki dibagikan menurut ketentuan, alangkah baiknya untuk tidak serakah dalam usaha.
Jika harta setelah terkumpul akan ditinggalkan, mengapa orang kikir untuk menginfakkannya."

Pembantaian di Sahara Nainawa sungguh tak terperikan, saya tak sanggup menuliskannya disini. Saya hanya ingin mengenang cucunda tercinta Rasulullah mulia ini dengan menyitir kata-katanya yang tersusun indah seperti di atas, untuk mengingatkan diri agar tak tertipu dunia. Di samping itu, pemahaman saya masih dangkal untuk dapat menggali hikmah besar di balik peristiwa memilukan ini. Tangan Allah telah bekerja untuk ini. Gerangan apa yang harus kita maknai dalam bulan kepedihan ini? Sedang di bulan ini pula telah Allah limpahkan beribu karunia bagi Nabi-nabi terdahulu.

Maka bulan kepedihan atau bulan kesyukurankah Muharam?
Barangkali keduanya iya. Saya hanya ingin mengingat kembali beberapa peristiwa lain di bulan Muharam, yang menjadikannya bulan kedua selain Ramadhan yang sangat Nabi tunggu-tunggu.

Ibnu Abbas ra berkata :


"Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari asy-Syura dan bulan Ramadhan."

(HR. Bukhari-Muslim)

Peristiwa itu antara lain :

  1. Setelah beratus-ratus tahun meminta ampun dan taubat pada Allah, maka pada hari yang bersejarah 10 Muharam inilah, Allah telah menerima taubat Nabi Adam. Ini adalah satu penghormatan kepada Nabi Adam a.s.
  2. Pada Muharam juga, Nabi Idris a.s telah di bawa ke langit, sebagai tanda Allah menaikkan derajat baginda.
  3. Pada Muharam, tarikh berlabuhnya perahu Nabi Nuh a.s karena banjir yang melanda seluruh alam, di mana (menurut sebagian riwayat) hanya ada 40 keluarga termasuk manusia dan binatang saja yang terselamatkan dari banjir dahsyat tersebut.
  4. Nabi Ibrahim dilahirkan pada 10 Muharam dan diangkat sebagai Khalilullah (kekasih Allah) dan juga hari di mana baginda diselamatkan dari api yang dinyalakan oleh Namrud. Nabi Ibrahim diberi penghormatan dengan cara Allah memerintahkan kepada api supaya menjadi sejuk dan tidak membakar Nabi Ibrahim. Maka terselamatkanlah Nabi Ibrahim dari angkara kekejaman Namrud.
  5. Pada 10 Muharam ini juga Allah menerima taubat Nabi Daud.
  6. Pada 10 Muharam ini juga, Allah mengangkat Nabi Isa ke langit, di mana Allah telah menukarkan Nabi Isa dengan Yahuza. Ini merupakan satu penghormatan kepada Nabi Isa.
  7. Allah juga telah menyelamatkan Nabi Musa pada 10 Muharam dari kekejaman Firaun dengan mengurniakan mukjizat yaitu tongkat yang dapat menjadi ular besar yang memakan semua ular-ular ahli sihir dan menjadikan laut terbelah untuk dilalui oleh tentara Nabi Musa.
  8. Allah juga telah menenggelamkan Firaun, Haman dan Qarun serta kesemua harta-harta Qarun dalam bumi akibat kezaliman mereka. 10 Muharam, merupakan berakhirnya kekejaman Firaun pada masa itu.
  9. Allah juga telah mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan setelah berada selama 40 hari di dalamnya. Allah telah memberikan hukuman secara tidak langsung kepada Nabi Yunus dengan cara ikan Nun menelannya. Dan pada 10 Muharam ini, Allah mengurniakan penghormatan kepada Nabi Yunus dengan mengampuni dan mengeluarkannya dari perut ikan Nun.
  10. Allah juga telah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman a.s pada 10 Muharam sebagai penghormatan kepada baginda.

Maka demikianlah, Rasulullah saw memerintahkan ummatnya untuk berpuasa di bulan ini (Muharam), apapun rasa yang dirasakan, kesyukuran atau kepedihan, sebab puasa semata hanya untuk-Nya, sedang rasa hanya akan ada dalam bentuk kefanaan.



Sumber :

Tragedi Pembantaian Keluarga Suci Nabi SAW (Karbala, Iraq) oleh Sayyid Ibnu Thawus (589 H / 1168 M)

Sahara Nainawa, Taufiqurrahman Al-Azizy, Diva Press, 2009

pkpu.online


Jumat, 25 Desember 2009

Happy Birthday, Sayang ...


Delapan tahun lalu
ibu pernah sedikit berharap
agar engkau lahir lebih cepat
agar ultah kita sama, nak ...
Sungguh sebuah harapan yang kekanak-kanakan

Ibu lupa ...
engkau telah buat perjanjian dengan Tuhan
dan ibu tahu
tak mungkin engkau ingkar, bukan?

Maka di hari ini, delapan tahun yang lalu
engkau ingatkan ibu untuk selalu
menempatkan Tuhan di atas segalanya

dan
hari ini
atas segala keberserahan pada Pemilik Sah kita berdua
ibu ucapkan terima kasih
karena telah membuat hidup ibu lebih lengkap
lebih cerah, lebih berwarna, lebih hidup ...

Mari kita tengadahkan tangan dan hati kita berdua
agar Tuhan kita, Allah swt, memeluk mimpi dan doa-doa kita
agar Ia perkenankan
Usah bertanya kapan
sebab Ia lebih tahu waktu yang terbaik

Happy birthday, sayang ....

(untuk puteri bungsuku : Rahma Meisyara Adnin/ Cici)

Selasa, 22 Desember 2009

CINTA SEPENUH BUMI ITU KUPANGGIL ; MAMA


Menyebut Mama adalah menyebut kembang yang aku tak pernah menanam, namun tiba-tiba tumbuh dalam diam, berkembang dalam diri, diam-diam, tak kenal layu, tanpa kutahu dari mana awalnya.


Menyebut Mama adalah menyebut sekian jejak jalanan, yang membentang bukan saja dari buaian, melainkan jauh sebelum itu, dari detak jantung rahim kehidupan.

Menyebut Mama adalah menyebut sekian rasa tak tertahankan, oleh ke’rumasa’an yang tak terkendali oleh nalar. Memaksa selaksa rinai meleleh di sudut hati.


Seperti hari ini.

Seribu satu rasa melesak dalam dada. Entah bagaimana akan keluar, sebagai kalimat penghormatan bagi pengkhidmatannya yang tulus tak terbayarkan. Pilihan kalimat terindah tak pernah cukup pantas bagi kecintaan luhurnya pada anak rahim yang menjadikannya seorang ibu. Ibu bagi anak-anak. Ibu bagi kehidupan. Ibu bagi peradaban.


Mama …

Aku ingat saat dengan tekun kau genggam jemariku

Menuntun kemanapun langkah kuayun saat berlatih meniti jalan

Aku ingat saat dengan cemas kau tunggu kepulanganku dari pergi main yang lupa waktu

Dalam kekhawatiran, tak seucap kata pedas pun yang kau lontarkan, selain peluk hangat pelepas cemas yang membuncah.


Aku ingat saat dengan sabar engkau menjejeri langkah remajaku, yang terkadang sulit kau mengerti tapi coba kau pahami. Meski aku bukan termasuk remaja yang sulit diatur, masa-masa itu tetaplah sebuah masa sulit bagi sebuah hubungan saling memahami. Tak pernah ada friksi diantara kita karena engkau demikian arif menyikapi masa 'sulit'ku.


Aku sedih mengingat betapa engkau demikian kasih memperlakukan aku. Sedih karena hingga detik ini aku tak pernah bisa memberi berlembar-lembar cinta seperti cinta yang telah engkau selimutkan dalam jiwaku.Hingga kini tak pernah mampu kusebut engkau melebihi sebutan cintamu kepadaku. Dan disinilah aku dapat memahami kenapa Rasulullah mulia demikian memuliakanmu.


Aku ingat saat engkau mengajariku mengeja aksara dalam berlembar surat yang kukirim untuk ayah yang tinggal jauh dengan kami. Dibimbingnya aku menulis dengan tinta kearifan dan kasih, bukan dengan selaksa benci. Agar aku memahami bahwa hidup bukan tentang pendakwaan melainkan rangkaian perjalanan mengais nilai. Maka tempat yang berjauhan tak pernah membuatku kekurangan cinta dan sosok ayah. Bahkan, dengan takdir-Nya, aku bahkan merasakan banyak dilimpahi kasih, dari segala penjuru, kakek, nenek, paman, bibi, dan double cinta ibu.


Saat beranjak dewasa, aku tahu di sudut hatimu yang lain, engkau menyimpan luka yang dalam. Tapi tak sekalipun engkau pernah berucap kasar atau berperilaku keras, yang mengabarkan kedalaman luka itu. Tidak pernah. Saat kutanya mengapa, dengan halus engkau katakan : biarlah perih itu hanya milik mama, agar mama bisa dengan lapang memohon pinta pada Tuhan agar anak-anak mama tak pernah merasakan luka serupa.


Duh, Mama ...

Doa tak kunjung putus yang membuka pintu-pintu langit itulah rupanya, yang telah membuat hidup kami semua (anak-anak mama) berada dalam kelapangan dan ketentraman.

Lalu harus bagaimana lagi kami mengimbangi cinta sepenuh bumi yang telah engkau beri untuk kami? Tak kan pernah sanggup kami mencintaimu melebihi cintamu pada kami.

Hanya doa, di setiap helaan nafas kami agar kiranya Allah Yang Mahacinta mencintaimu kini dan kelak. Mohon kiranya Allah Yang Mahahalus dan Mahakaya senantiasa menganugerahi hidup sehat sejahtera, dan kelak menganugerahkan Istana indah di surga.


Amiiin ...





Minggu, 20 Desember 2009

KESETIAKAWANAN DAN KESYUKURAN

Memperingati Hari Kesetiakawanan Sosial hari ini, saya ingat beberapa award yang saya terima dari sahabat blogger. Di hari yang sama, 20 Desember, sayapun tak pantas bila tak bersyukur atas nikmat usia yang telah Tuhan beri selama ini. Maka, tak ada lilin yang dinyalakan, tak ada pesta yang diadakan, selain ajakan untuk tetap saling berbagi (sekecil apapun itu). Serta kesyukuran tiada putus atas segala anugerah yang telah ada.

Allah Yang Mahahalus telah menitipkan segumpal daging di dalam tubuh manusia yang bernama Kalbu (hati). Telah ditaruh-Nya di hati setiap manusia kerinduan untuk senantiasa berbagi dan memanusiakan satu sama lain. Maka coba lihat ia yang enggan berbagi, ia telah membuat dirinya sendiri berada di sebuah padang gersang. Sendirian dan tertatih ...

Berbagi mengindikasikan pengorbanan dan kerelaan untuk memberi. Semakin banyak memberi, semakin tidak akan merasa kekurangan. Dengan spirit itulah saya ingin membagi kesyukuran saya melalui award-award yang telah saya terima dari para sobat blogger. Yaitu :

Dari mbak Zahra Lathifa, ibu yang tak henti belajar dengan cinta



Buat :
Fanda
Sinta Sang Penikmat Buku.
Reni Judhanto
Ayoe "Ritma"
Ateh
Eka Wijayanti
Rosi Atmaja
mbak Elly.
De' Anyin
Anazkia.

Dari Ivan, sang penyair sekaligus penyiar, pemilik kedai kopi yang ramah

Buat :
Insanitis
Kabasaran Soultan
Bang Setiawan Dirgantara
Munir Ardi
Kang Sugeng
Kang eNeS
Kang JT.

Saya persilakan dengan segala hormat kepada sobat semua untuk membungkusnya. Dan kepada sobat yang telah hadir disini kemudian tak tertulis, boleh dibungkus juga, kok. Terima kasih sudah bersedia menjadi teman berbagi.

Jumat, 18 Desember 2009

Saat Hati Mengeja Waktu Yang Dikirim Tuhan

Senja di beranda ....
Melumat aksara bersama langit yang terbelah. Saat siang masih menyisakan terang, sementara malam kian merangsek. Aku tetap mengeja kata di tengah lembayung yang datang sebagai penengah langit, antara siang dan malam. Di sebelah, suamiku tekun menelaah Tafsir Ibnu Katsir. Sesekali membacanya keras-keras, sekedar mengabarkan perjalanannya.

Di sela angin yang menelisik kebersamaan ini, masih terdengar gema anak-anak mengaji dari mesjid komplek. Diantara mereka suara si bungsu terdengar nyaring. Sedang sulungku masih berpetualang, asyik berburu jangkrik bersama teman-temannya. Sesaat lagi akan terdengar derap kakinya.


Maka, apa yang kudapat selain perasaan damai menikmati istirah senja ini?
Ternyata aku masih dapat menikmati duduk santai sambil memamah buku.

Ternyata aku masih dapat mendengar celoteh merdu anak-anakku.

Ternyata aku masih dapat menikmati waktu yang Tuhan beri.
Ternyata aku masih tetap diberi ruang untuk menghela angin.
Ternyata aku masih tetap diberi suara untuk dapat kuindera.

Ternyata aku masih dapat merasa betapa aku merasakan nikmat ini.

Ternyata ada banyak sekali hal yang semestinya tak luput dari kesyukuranku ...


Sementara ada banyak yang lain tak dapat lagi memamah buku sekaligus menjadi saksi langit yang terbelah antara siang dan malam, sekaligus menikmati sensasinya. Ada banyak yang lain tak dapat mengindera suara, menikmati waktu, menghayati angin. Kenapa?

Entahlah ...
Ada banyak hal yang membuat mereka tak mampu (mungkin tak punya waktu?) untuk sekedar istirah.

Kalau sudah begini
...
maka "Nikmat Tuhan yang mana lagi yang kamu dustakan?"
(QS. Arrahman 13)

Rabu, 16 Desember 2009

Catatan kecil untukmu, dariku

Selimut malamku …

tak terhingga kita merajut asa

melukis langit dengan tinta kesahajaan

ingatkah kau “Out of the Blue”

yang mengurai malam-malam bulan Nopember?


tak terukur perjalanan mengejar matahari

bersama satu bidadari dan seorang pangeran

terbang diantara sirrus dan angin barat

lelahkah sayapmu mengapit kami ?

tidakkah sesekali kau ingin seperti elang

terbang sendiri ke puncak gunung

barang sejenak


meski tentu ada kangen di mata bidadari

aku tahu duniamu tak kan pernah kau tukar

sebab engkau telah membiarkan aku

tenggelam menyelami samuderamu

semakin dalam mengenalmu

begitu pula

saat satu-satu kau menyusun ulang serakan geramku

kau masih membagi tatapanmu

dalam kebiruan angin Nopember


O, savanna hayatku …

tak mengapa sesekali kau lindap

sebab sejatinya tak sedetikpun kau pernah hilang

dariku

seperti engkau selalu

menyimpan serenade d’Amour

di cawan jiwamu


blue moon ‘08

Senin, 14 Desember 2009

Memperbincangkan Sebuah Mimpi


Tugas kita adalah mendampingi anak-anak untuk tumbuh sesuai,
bukan membuatnya meledak
Mario Teguh

Keseharian sebagai seorang ibu adalah peran paling penting yang saya emban sejak empat belas (tepatnya 14 tahun 1 bulan 21 hari) yang lalu. Selama itu pula saya tak henti belajar dari semua lini untuk menggenapkan peran keibuan saya.

Teori pengasuhan telah berjejal di benak, bahkan jauh sebelum saya menikah, ternyata tak dapat dibilang cukup untuk bekal mendampingi pertumbuhan anak-anak. Ada banyak kejadian yang tak bisa diselesaikan (disikapi serta dinikmati) hanya dengan setumpuk teori. Peran keibuan (dan kebapakan) lebih banyak membutuhkan penyertaan hati dan jiwa. Coba bandingkan dengan pola asuh dan pola didik para orangtua zaman dulu. Mereka tak mengenal segala macam teori pengasuhan, namun dengan keikhlasan sepenuh bumi, mereka isi batin anak-anaknya dengan cinta, jauh dari pemaksaan dan target pencapaian apapun. Mereka hanya selalu ada, bersama anak-anaknya, di saat anak-anak membutuhkannya (baik secara nyata, maupun jiwa).

Peran keibuan memaksa saya untuk terus memperbaiki niat dan menjaga lisan. Sebab nyatanya, meski telah tahu ilmunya, prakteknya tidaklah semudah melihat-lihat halaman buku. Ada banyak hal yang harus disertakan dalam diri, yakni kesediaan mendengar, memahami, memberi, merasa, yang kesemuanya bermuara pada keikhlasan.

"Masa sih gak ikhlas jadi seorang ibu?"

Nyatanya, secara tidak disadari bayak orangtua yang membuatnya anaknya tertekan. Mungkin oleh target pencapaian orangtua yang dibebankan pada anak. Bagi saya, itu adalah bentuk lain dari ketidakikhlasan orangtua (ibu) menerima anak apa adanya.

Mengapa saya resah dengan ini? Karena saya ingin anak-anak kita berani menjadi diri sendiri. Apapun warna pribadinya, bagaimanapun sulitnya ia berkata-kata, darimanapun ia berasal, dari golongan berada ataupun papa. Dan anak-anak seperti itu akan lahir dari ibu yang menyediakan ruang yang lapang untuk jiwa kanak-kanaknya, bukan dari ibu yang banyak tuntutan!

Saya tak henti melantunkan doa pertolongan agar Allah Yang Maha Halus senantiasa menolong saya menggenapkan peran keibuan yang dibebankan di pundak kecil ini. Sebab tanpa pendampinganNya, saya tak mampu mengantarkan mereka ke gerbangNya dengan selamat. Bukan sekedar "lahir" yang saya bincangkan, melainkan lebih ke sisi ruh yang akan menguatkan mereka, menyongsong bumi yang kian berat menyangga beban. Sebab dengan ruh yang memiliki bobot keilahian, siapa yang akan kuat membuatnya goyah?

Saya bermimpi, dari rumah-rumah mungil kita, duhai para ibu, kelak akan lahir pejuang keadilan dan pembela kebenaran di negeri ini.

Mimpi itu bisa terwujud, bukan?

Sabtu, 12 Desember 2009

IBU GURU PEMBAWA ACARA


Anak bungsuku masuk sekolah !


Matanya berbinar, senyumnya mengembang terus bak delima merekah, memamerkan gigi kecilnya yang nampak melengkapi bibir tipisnya yang mungil. Manis sekali. Nampak nyata betapa bangga dan bahagia ia mengenakan seragam barunya. Sudah sejak bangun pagi tak henti bibirnya menarikan gempita hatinya yang bersenandung riang.

Usianya belum lagi genap lima tahun, namun semangatnya untuk “sekolah” sudah nampak sejak setahun lalu. Saya tidak mendaftarkannya tahun lalu, sebab dalam pandangan saya ia masih terlalu kecil untuk berpayah-payah mengikuti serangkaian “permainan” yang berjadwal. Rencananya, saya akan memasukkannya ke TK saat usianya telah menginjak lima tahun lebih (ia lahir bulan Desember). Saat usianya telah dianggap cukup siap untuk menerima “permainan” yang berjadwal. Namun rencana itu urung demi melihat betapa ia memohon hingga berurai air mata agar ibunya mengizinkan ia “sekolah”.


Akhirnya, saya mengabulkan pintanya dan menitipkannya di RA (Raudhatul Athfal) milik teman saya dengan implik-implik (pesan) bahwa anak saya hanya ingin ikut bermain.

Anakku ini (seperti anak-anak lain jaman sekarang) pandai bicara. Terkadang kalimat yang keluar dari mulut mungilnya adalah cetusan spontan yang tak terduga. Sungguh mengherankan sekaligus membuat gemas. Suatu hari, sesudah sekitar satu minggu ia sekolah.

Dia berseru :

“Bu ! Tadi pagi Ibu guru Pembawa Acaranya gak masuk.”


Karuan saja saya bingung dengan istilah “Ibu guru pembawa acara”, memangnya disana ada MCnya ? Setelah bengong sejenak sambil menahan senyum, lantas saya mencoba memperbaiki sikap dan reaksi agar ia tidak tersinggung dan merasa disepelekan.


“Oh ya ?!” jawab saya dengan wajah surprise. Nampak ia senang dengan reaksi ibunya. Dianggukkannya kepalanya yang masih terbungkus jilbab dengan semangat.


“Yang mana sih ibu guru pembawa acara itu ? Mungkin ibu guru itu tidak masuk karena sakit,” lanjut saya menahan gelak sambil mencoba menebak-nebak.


Dengan gaya yang sangat tegas dan percaya diri ia menjawab :

“Itu…….. ibu guru yang setiap hari bicara di depan. Waktu mimpin baris bicara dan berdiri di depan. Terus waktu belajar juga bicara di depan. Di depaaann ……..terus. Kalau ibu guru yang lain kan nemenin anak-anak di kursi, ya. Ibu guru ini enggak. Nah, itu namanya ibu guru pembawa acara. Yeee … ibu gak tahu ya !” serunya senang.


Saya tergelak menyadari kecerdasan berfikirnya. Sayapun tak henti takjub betapa Allah Yang Maha Halus telah memberikan sesuatu yang amat berharga di dalam otak anak sekecil itu. Saya membayangkan (seperti apa yang ditulis mbak Neno Warisman) di dalam otak berukuran kecil itu Allah swt telah menciptakan mekanisme yang demikian rumit namun berdampak amat dahsyat bagi peradaban manusia. Otak itu berkembang sejak manusia masih berupa embrio yang bersemayam dalam rahim dan mencapai puncaknya ketika ia telah menjelma sebagai anak berusia tujuh tahun. Oleh karena itu para ahli menyebut masa anak-anak sebagai Golden Age (masa emas) bagi pertumbuhan dan perkembangan. Di masa inilah saya berharap bisa mengisi benak anak-anak dengan “gizi” yang seimbang bagi tumbuh kembang dunia dan akhiratnya. (Amin)


Kini, di hadapan saya hadir seorang anak yang otaknya telah bekerja demikian keras untuk menemukan istilah atau nama bagi ibu guru yang berbeda “tugas”nya dengan ibu guru-ibu guru lainnya yang ia temui di sekolah. Dan Subhanallah, ia menemukan kata tersebut.

Lantas saya hubungkan “kata temuan”nya itu dengan keseharian kami. Bahwa temuan kata itu pasti merupakan hasil dari proses yang demikian panjang di dalam benaknya. Bukankah anak biasa meniru, berkata dan atau bahkan menyimpulkan dari apa yang biasa mereka lihat, dengar dan dilakukan orang sekitarnya setiap hari ?


Selama ini saya memang suka diminta untuk membawakan acara seperti pernikahan, syukuran dan lain-lain. Nampaknya ia berhasil menyimpulkan bahwa setiap orang yang berbicara di depan orang banyak itu namanya adalah pembawa acara. Karena di sekolah ada ibu guru, dan ibu guru itu berbicara di depan banyak anak-anak, ya… namanya pembawa acara juga, tentu saja, dengan embel-embel ibu guru. Sungguh sebuah kesimpulan yang cerdas bukan ? he..he…Dalam hati saya bersyukur anak itu menyerap kata yang baik, tapi juga cemas jangan-jangan perilaku dan ucapan “buruk” orangtuanya terutama saya ibunya, kelak bukan tidak mungkin keluar dari lidahnya yang lincah itu. Astaghfirullah …


Di sela-sela obrolan ringan siang itu, kami berpelukan hangat. Si kecil berbahagia dengan temuannya sementara saya tak henti berdoa dalam hati agar kiranya Allah swt terus membimbing saya, yang sedang belajar menjadi ibu yang sukses mendidik anak-anaknya dalam ridlo-Nya ini, untuk bisa menjaga lisan.


Amiiin …


(Ini tulisan lama, saat Cici baru masuk sekolah)

Senin, 07 Desember 2009

AMAL BAIK BERBUAH MANIS

Ini tentang adik ipar.

Sore kemarin, berita duka itu datang tanpa mukadimah. Usianya baru hendak menuju angka 31, putera bungsunya belum lagi genap tiga tahun, si sulung kelas 5 SD, sementara satu-satunya anak perempuan baru saja dengan ceria mengenakan seragam TKnya. Kalau tidak menyadari betapa waktu, usia, jodoh dan takdir sudah diatur Yang Maha Rahman, selaksa tanya siap menyembur : kenapa harus dia, Ya Allah ?

Rupanya tanya itu bukan hanya milik saya. Seluruh keluarga, tetangga dan kenalan seakan “menggugat”. Kepergiannya yang mendadak memang membuat semua terhenyak tak percaya. Benar sekali kita tak pernah memiliki semuanya, namun “biasanya” Sang Empunya terlebih dulu memberikan aba-aba bila hendak mengambil milik-Nya.
Atau barangkali kita yang alpa dalam mengenali tanda-tanda yang sesungguhnya telah Ia tunjukkan sedari awal? Ah…. sungguh, dalam banyak hal kita seringkali terlalu banyak alpa.

Yang membuat saya terharu dan merenungi banyak hal adalah betapa banyak ternyata orang yang kehilangan dia. Terlihat dari melautnya para pelayat, betapa mesjid yang begitu besar penuh dengan jamaah yang menyolatkan, bahkan hingga beberapa gelombang. Padahal semuanya berlangsung di malam hari.

Mendengar asma Allah berdengung dan bergema dari lisan para pelayat di ruangan yang demikian besar di hadapan jasad harum adik saya, sungguh membasahi hati kami semua. .
Betapa kami semua mencintainya dengan sepenuh hati. Dari lisan mereka terungkap, adik kami yang sederhana itu selalu terbuka pada siapa saja yang datang meminta tolong. Dia membuka warung kecil dan berjualan bakso di depan rumah. Siapa saja yang membeli baksonya selalu disediakan sebakul nasi. Alasannya, kasihan banyak pedagang keliling yang makan bakso untuk melepas lelah sambil makan siang. Maka alangkah nikmatnya bila melihat mereka dapat kenyang dengan tambahan nasi putih. Nasi putih gratis !

Bayangkan, di masa beras demikian melambung, hingga banyak orang menghitung belanja bulanan dengan hati-hati, ia dengan rela hati menyiapkan nasi putih gratis untuk para pedagang keliling ! Bukan itu saja. Bila belanja ke pasar untuk keperluan warungnya, ia rela keliling untuk membeli segala keperluan, sementara orang lain lebih memilih belanja di satu atau dua tempat saja sekaligus, disamping lebih cepat juga tidak repot. Alasannya, bagi-bagi rejeki, biar sedikit tapi banyak saudara. Subhanallah …

Benar, Dik. Betapa banyak saudaramu. Betapa banyak yang mencintai dan kehilanganmu. Bukan cuma kami keluarga besar dan para tetangga dekat, melainkan pula orang-orang di pasar, para pedagang keliling, para langganan, para supir angkutan umum yang seringkali mendapat “oleh-oleh” belanjaan pasar.

Ia tidak pernah menolak bila dimintai tolong oleh siapapun.

Amal shalihmu membuat dirimu tidak sesederhana penampilanmu, Dik. Allah swt telah meninggikan derajat orang-orang yang bertaqwa dan beramal shalih. Dan engkau ada di barisan itu. Sebab saya juga tahu sekali bagaimana malam-malammu selalu kau lewatkan dengan bersujud padaNya, tanpa absent. Di antara gema suara para jamaah yang berdoa, saya yakin para malaikat mengamini doa kami.

Janji Allah tak pernah salah….. Adik saya meninggal dengan cara yang sungguh baik. Ia pergi saat lisannya basah menggumamkan ayat suci ditemani suami tercinta. Kala itu ia baru setengah hari dirawat di sebuah puskesmas. Betapa Allah memudahkan ia pergi. Membuat saya harus banyak merenungi, apa yang telah saya siapkan untuk pulang kelak?
Engkau telah mengajari kakakmu ini dengan tanpa berbuih mulut. Sungguh saya belajar banyak darinya.

(Tiba-tiba saja saya ingat dia, saat kubuka catatan harian. Tulisan ini saya salin dari diary tertanggal : 16 September 2006. Semoga saya dapat meneladani keshalihannya. Amiiin)

Sabtu, 05 Desember 2009

Memaknai Sang Golden Shower

Apa yang kutahu perihal kuning?
Selain ia adalah satu dari sekian jenis warna yang tercipta lewat bias cipta Mahakarya, kuning kerap dipercaya memiliki arti muda, gembira dan imajinasi. Dalam ilmu psikologi dan arti warna, kuning disebutkan akan meningkatkan konsentrasi, itu sebabnya warna ini dipakai untuk kertas legal atau post it. Kuning juga merupakan warna persahabatan.

Lalu apa yang kutahu perihal anggrek?
Selain sebentuk tanaman bunga yang cantik dan terkesan anggun, anggrek ternyata sering dipergunakan sebagai simbol dari rasa cinta, kemewahan, dan keindahan selama berabad-abad. Bangsa Yunani menggunakan anggrek sebagai simbol kejantanan, sementara bangsa Tiongkok pada zaman dahulu kala mempercayai bahwa anggrek sebagai tanaman yang mengeluarkan aroma harum dari tubuh Kaisar Tiongkok. (hmmmh ... iyakah?)

Dari Wikipedia, saya tahu bahwa pada pertengahan zaman, anggrek mempunyai peran penting dalam pengembangan tehnik pengobatan menggunakan tumbuh-tumbuhan. Penggunaannya pun meluas sampai menjadi bahan ramu-ramuan dan bahkan sempat dipercaya sebagai bahan baku utama pembuatan ramuan ramuan cinta pada masa tertentu. Ketika anggrek muncul dalam mimpi seseorang, hal ini dipercaya sebagai simbol representasi dari kebutuhan yang mendalam akan kelembuatan, romantisme, dan kesetiaan dalam suatu hubungan. Akhirnya, pada permulaan abad ke-18, kegiatan mengkoleksi anggrek mulai menjadi kegiatan yang banyak dilakukan di segala penjuru dunia, terutama karena keindahan tanaman ini.

Lalu apa yang kurasa saat kuning dan anggrek dipersatukan?
Bahagia mungkin terlampau sederhana. Tapi apa lagi yang pantas kurasa selain rasa sesederhana itu sebagai wakil hati yang menguning usai menerima uluran sebentuk award lambang persahabatan? Sebab keindahan, cinta dan imajinasi telah demikian mewah terulur melalui simbol-simbol yang diterbangkan sahabat. Simbol yang mewakili rasa yang dititipkan Tuhan pada setiap manusia berbudi.

Tuhan memang hanya menitipkan hal-hal indah, agung dan berwarna. Sungguh sebuah kebutaan yang nyata bila aku tak mampu merenung pada setiap kejadian. Sungguh sebuah kebutaan yang nyata bila aku tak merasakan kekaguman atas segala penciptaan sempurna dalam bentuk warna yang terpancar dari setiap batang pohon dan putik bunga, yang kini terkirim melalui sebentuk award kiriman mbak Elly.



Sejenak aku berfikir tentang tetumbuhan, buah-buahan, sayuran, bebungaan. Mereka masing-masing memiliki warna, wangi dan rasa berbeda. Sungguh sebuah bukti cita rasa seni Ilahi dalam penciptaan. Setiap tanaman yang kulihat di sekeliling, di buku-buku, di media, memiliki warna dan pola yang eksklusif untuk jenisnya sendiri.

Alangkah buta aku, bila tak mampu melihat kekuasaan tak terbatas dari Allah, Sang Maha Pencipta semua warna dan bebungaan. Allah merujuk kepada mereka yang aggal menghargai bukti-bukti penciptaan yang mereka lihat dengan firmanNya :

"Dan banyak sekali tanda-tanda kekuasaan Allah di langit dan di bumi yang mereka melaluinya sedang mereka berpaling daripadanya." (QS Yusuf 105)

Dengan harapan aku tak termasuk pada golongan orang yang buta mata hati dari merasakan kekuasaanNya, kutitipkan simbol persahabatan ini kepada sahabat (semoga berkenan menerimanya)

Munir Ardi
Kang Sugeng
Ivan Kavalera
Reni Judhanto
Tisti Rabbani
Insanitis
Kabasaran Soultan
Ateh
Eka Wijayanti
Rosi Atmaja

Semoga kita selalu dapat memaknai setiap detik dalam hidup ini sebagai karunia tak terhingga dari Sang Pencipta.
Amiin

Kamis, 03 Desember 2009

PUNCAK CAHAYA

kecintaan lahir dari rahim kasih sayang
sedang kebencian ada saat cinta tak memiliki ruang
maka keduanya tak mungkin saling menggenggam
meski seluruh galaxy sepakat mengikrarkan
persetubuhan keduanya

bila engkau ingin cahaya
menaungi langit ragamu
menyelimuti angkasa jiwamu
jangan pernah sentuh pintu tak berkunci
sebab disana gelap semata
kegelapan adalah ibu segala kebencian
menyesatkan siapapun di jagatraya tak berujung

titilah tangga ke ketinggian ruhani
bila pelangi bersedia kau naiki
disana akan kau temukan savanna cinta
yang mengantarkanmu ke Puncak Cahaya