Kamis, 20 September 2018

SAYUR KACANG : RINDU YANG TAK PURNA


Lalu kenapa setiap tahun macet itu demikian disukai?
Maaf salah, tepatnya bukan disukai, tapi mau tak mau harus dilalui. Sebab ia adalah jalan yang kedah ditempuh untuk kembali ke rahim keluarga, untuk menemui tanah kelahiran dan satu2 nya jalan untuk meminta maaf ibunda.

Aiiih ... Ini ngomong apaan sih?
Mudik, macet, makanan, salaman ..., atau apa? Lalu sayur kacang? Lebaran itu opor, rending, ketupat and companyonnya yang serba santan gurih2 nyoyy ... Bukan sayur kacang!

Dengar, biarkan saya bicara sebenatr tetangnya. Sayur kacang ini.

Saya sadar, lebaran ternyata benar-benar kembali. Kembali dalam makna teramat padat. Saat semua perantau mulih ke tempat darimana ia bermula, lahir, bermain, tumbuh dan memulai perjalanan. Apapun alasannya, ia tak menyurutkan niat untuk berkumpul menyatukan tangan bersama-sama. Lalu di sana bersatu segala warna : rindu yang dipenuhi, tangis yang diinsyafi, senyum yang diberkahi, tawa yang dicandai, sunyi yang disudahi, serta aneka angpao yang dibagi.

Selesai?
Tidak. Ada rasa yang tak dapat diganti dengan duduk nyaman di rantau demi menghindari desak berdesak di arus mudik. Yang tak terkatakan, namun selalu bisa dirasakan. Melalui hati juga lewat lidah. Rupanya rasa itu tak selalu berada dalam satu garis lurus. Seperti bronchus ia punya cabang, meski ada dua tapi tak mungkin dipisahkan. Halah ....

Kembali ke sayur kacang. Hari ini silaturahim keluarga besar.   Paman bungsuku memesan dimasakkin sayur kacang. Dia rindu enin rupanya. Kami hapal benar citarasa sayur kacang racikan almarhumah, tak ada tandingnya. Manis, lekoh kata orang Sunda. Hanya ibuku yang menurut semua adiknya mewarisi masakan sayur kacang enin. Masalahnya, tuan rumah  kali ini bukan di rumah ibu. Daaan …tak terpikirkan bahwa tuan rumah memiliki resep berbeda soal sayur kacang! Kita semua keluarga besar merasa sudah sama-sama paham sayur kacang enin. Jadi tak ada lagi yang perlu diperbincangkan, tadinyaaa…

Rupanya, karena ini masih suasana lebaran (meskipun sudah lewat seminggu), teteh mencoba membuat sayur kacang versinya. Sungguh, ada rasa yang tak terkatakan ketika melihat paman menyendok sayur dengan antusias, tak lupa celotehan tentang enin dan masa kecilnya, lalu duduk dengan khidmat menghadapi piring berikut sepotong kerupuk aci dengan harapan rindunya pada menu favoritnya terbayarkan.  Tiba-tiba tertegun …. ini bukan sayur kacang enin….

Semakin kusadari, lebaran bukan hanya tentang menu masakan, bukan tentang pertemuan dan apalagi angpao, ia menyediakan beragam menu rasa, wabil khusus rasa kenangan. Kerapkali kita pulang hanya untuk merangkul kisah, menuntaskan rindu yang terikat di kampung halaman, tak peduli untuk itu mengorbankan banyak waktu dan materi.  Lebaran dan mudik adalah saatnya kembali ke rahim (kasih sayang) ibu. Bila ia tak ada, hanya kenangan yang abadi


ssst .... ini tulisan tahun 2011