Minggu, 16 Desember 2012
ketika cinta beda keranjang
memang tak mudah menjembatani waktu, ketika bahasa cinta disuarakan oleh generasi yang berbeda. kekahawatiran seorang ibu kerap menjadi bara, nyala diantara cinta dan kendali.
telah beribu kali memilih kalimat yang berserak biar cinta tetap menjadi cinta, dan tak berubah menjadi tiran
sebab ketika itu terjadi akan ada hati yang koyak
meski keduanya saling menyimpan cinta dalam keranjang yang berbeda
Sabtu, 15 Desember 2012
hujan sore ini
menderas air runtuh dari langit sore ini, bersama bayangan rindu yang terbentang sepanjang tahun.
Desember telah menua, tak menyurutkan waktu untuk tetap memelihara cinta buat seseorang yang mencintai hujan, seperti sore ini, saat air mengepung semesta langit, mengepung jiwaku dalam jiwamu
aku luruh dalam secangkir kopi panas, mengepulkan kenangan mengaura di seantero kamar ini
susah payah kucari bentuknya
engkau hilang bersama aroma kopi yang membumbung, menembus lelangit
berkejaran dengan hujan yang makin menggila, lalu harus kuapakan butiran hitam yang tersisa dari perjamuan sore ini? sedang hujan tak jua mau menepi, sekedar memberi ruang bagi aliran rindu yang terlanjur kualirkan
Desember telah menua, tak menyurutkan waktu untuk tetap memelihara cinta buat seseorang yang mencintai hujan, seperti sore ini, saat air mengepung semesta langit, mengepung jiwaku dalam jiwamu
aku luruh dalam secangkir kopi panas, mengepulkan kenangan mengaura di seantero kamar ini
susah payah kucari bentuknya
engkau hilang bersama aroma kopi yang membumbung, menembus lelangit
berkejaran dengan hujan yang makin menggila, lalu harus kuapakan butiran hitam yang tersisa dari perjamuan sore ini? sedang hujan tak jua mau menepi, sekedar memberi ruang bagi aliran rindu yang terlanjur kualirkan
gambar dari : mohamadirfan.blogspot.com
Minggu, 11 November 2012
saat engkau berkata : tunggu aku
tiba-tiba kusadari hari telah menua, dan aku masih duduk di bangku ini
sebuah taman kota berpohon beringin entah berapa tahun usianya
entah berapa lembar daun yang dimuntahkannya
berapa musim menggugurkan rindu
atau tak terhitung angin menerbangkan rencana
duduk disini aku
masih di bangku yang sama
saat engkau berkata : tunggu aku
dan engkau tak jua menepi
sebuah taman kota berpohon beringin entah berapa tahun usianya
entah berapa lembar daun yang dimuntahkannya
berapa musim menggugurkan rindu
atau tak terhitung angin menerbangkan rencana
duduk disini aku
masih di bangku yang sama
saat engkau berkata : tunggu aku
dan engkau tak jua menepi
Sabtu, 10 November 2012
sebab engkaulah pahlawan kami
hari ini 10 Nopember, hari dimana negeri ini mengenang hari pahlawan
sejatinya engkau tengah berhimpun dalam tasyakur ngunduh mantu si bungsu
bertemu teman lawas sesama pejuang angkatan 66
dimana biasanya momentum pernikahan adalah saat reuni
tentang pergolakan yang masih atas nama rakyat
tentang masyarakat yang bahu-membahu menyokong aksi mahasiswa
tentang idealisme yang merontokkan muslihat di gedung parlemen
tentang apa saja yang menumbuhkan kemudaan
hari ini 10 Nopember, dimana pegawai berseragam batik biru
sejatinya engkau bersama kami
menerima salam selamat dan suka cita
telah mengantarkan si bungsu dalam pelaminan yang barokah
bercerita kiprah pengantin dalam melanjutkan spirit kebangsaan
betapa ia, sang pengantin, adalah representasi engkau
dalam semangat global dan mendunia
hingga mengantarkannya tiba di meja Obama
hari ini 10 Nopember, dimana banyak orang menerjemahkan arti pahlawan
engkau terbaring lemah di rumah sakit
sementara istri tak mungkin meninggalkan besan dan tetamu
dalam sedan yang tersimpan
kami disini berhimpun dalam syukur sekaligus debur
bagai ombak yang riuh di luar namun sepi di dalam
kami sunyi tanpamu
hari ini 10 Nopember
mengingatkan kami satu hal
betapa suaramu, meski lemah, adalah kekuatan tak terperi
betapa dirimu, semangat yang membakar pori-pori
hari ini 10 Nopember
kami tahu
engkaulah pahlawan kami
(*dedicated to Bpk. Giom Suwarsono,
lekaslah sembuh
sejatinya engkau tengah berhimpun dalam tasyakur ngunduh mantu si bungsu
bertemu teman lawas sesama pejuang angkatan 66
dimana biasanya momentum pernikahan adalah saat reuni
tentang pergolakan yang masih atas nama rakyat
tentang masyarakat yang bahu-membahu menyokong aksi mahasiswa
tentang idealisme yang merontokkan muslihat di gedung parlemen
tentang apa saja yang menumbuhkan kemudaan
hari ini 10 Nopember, dimana pegawai berseragam batik biru
sejatinya engkau bersama kami
menerima salam selamat dan suka cita
telah mengantarkan si bungsu dalam pelaminan yang barokah
bercerita kiprah pengantin dalam melanjutkan spirit kebangsaan
betapa ia, sang pengantin, adalah representasi engkau
dalam semangat global dan mendunia
hingga mengantarkannya tiba di meja Obama
hari ini 10 Nopember, dimana banyak orang menerjemahkan arti pahlawan
engkau terbaring lemah di rumah sakit
sementara istri tak mungkin meninggalkan besan dan tetamu
dalam sedan yang tersimpan
kami disini berhimpun dalam syukur sekaligus debur
bagai ombak yang riuh di luar namun sepi di dalam
kami sunyi tanpamu
hari ini 10 Nopember
mengingatkan kami satu hal
betapa suaramu, meski lemah, adalah kekuatan tak terperi
betapa dirimu, semangat yang membakar pori-pori
hari ini 10 Nopember
kami tahu
engkaulah pahlawan kami
(*dedicated to Bpk. Giom Suwarsono,
lekaslah sembuh
Selasa, 30 Oktober 2012
Diam untuk Berlari
Akhir-akhir ini
Bu Retno merasakan badannya letih, lemah, lesu, semengatnya kendor. Hidupnya
mulai terasa monoton dan membosankan. Padahal selain sebagai ibu rumah tangga,
iapun bekerja kantoran. Apakah usianya yang hampir mendekati kepala 5 itu
penyebabnya? Semula ia yakin, itulah sebabnya. Benar kata orang bahwa ketika
usia bertambah maka badan akan mulai terasa mudah lelah. Tapi setelah hampir satu
bulan, Bu Retno mulai meragukan kesimpulannya sendiri. Bagaimana dengan istilah
“a life begin at forty”? Bukankah kalimat itu menunjukkan betapa bergairahnya
hidup di usia empat puluhan? Ada yang
salah dengan dirinya. Ada yang perlu ditinjau ulang dari kegiatan hariannya.
Ada yang perlu direvisi dari rencana hidupnya. Halah, rencana? Bu Retno mulai
menelisik catatan otaknya dalam menyusun rencana.
Bu Retno mulai bercermin ulang. Kegiatan hariannya tak kurang. Kerja kantor, urusan rumah (nyuci, nyetrika, ngepel, masak plus beres-beres rumah. Ia tidak punya pembantu) menemani anak-anak belajar, mengisi kajian di masjid dan kegiatan PKK di komplek rumahnya. Itu yang disebut monoton? Bu Retno sadar, kegiatannya penuh. Tapi, ia merasa mulai jenuh. Artinya dia harus membuat rencana baru. Sebuah loncatan besar? Apa?
Di tangannya sebatang pencil dan sebuah buku kecil. Di benaknya sependar bintang … kemana akan diterbangkan?
Manusia butuh
rencana untuk melakukan sesuatu. Apakah itu satu jam ke depan, nanti siang,
esok hari, seminggu kemudian, bulan depan, tahun depan atau bahkan sepuluh
tahun mendatang. Perencanaan itu berbeda bagi setiap individu, baik berbeda
dalam bentuknya maupun dalam teknis pemikirannya. Sebab semua pasti sesuai
dengan kapasitas plus pengetahuannya. Tapi apapun itu, sederhana atau rumit,
sistematis atau pabaliut, toh semua orang punya rencana untuk hidupnya. Adakah
orang yang tidak punya rencana. Seringkali orang bilang : “aku gak punya
rencana”, bahkan tidak dia sadari sebenarnya ia tengah merencanakan sesuatu. Spontanitas,
adalah rencana yang datang tiba-tiba. Usai terpikirkan, tahap demi tahap penyelesaian
dari bentuk kerja spontan itu akan mulai terurai. Rencana spontan. Istilah aneh
… Tapi begitulah, sesederhana apapun, kerja butuh rencana. Rencana adalah
bahasa yang lebih teknis dari cita-cita.
Ketika sebuah
rencana dapat terlaksana. selesai. Selesaikah hidup?
Kita butuh
rencana lain untuk tetap dinamis. Rencana dibutuhkan untuk menjaga eksistensi
kemanusiaan kita, bahwa kita ada dan manfaat. Bu Retno mulai bercermin ulang. Kegiatan hariannya tak kurang. Kerja kantor, urusan rumah (nyuci, nyetrika, ngepel, masak plus beres-beres rumah. Ia tidak punya pembantu) menemani anak-anak belajar, mengisi kajian di masjid dan kegiatan PKK di komplek rumahnya. Itu yang disebut monoton? Bu Retno sadar, kegiatannya penuh. Tapi, ia merasa mulai jenuh. Artinya dia harus membuat rencana baru. Sebuah loncatan besar? Apa?
Di tangannya sebatang pencil dan sebuah buku kecil. Di benaknya sependar bintang … kemana akan diterbangkan?
Mimpi,
cita-cita, atau rencana memang tak pernah kenal batas usia. Sejenak saja ia
diam, untuk mengambil ancang-ancang berlari, bersama anak-anaknya.
Kamis, 25 Oktober 2012
“Perjalanan Aksara : (kadang tak terduga)”
Ketika hati menyimpan cerita luka, energy tersedot habis olehnya.
Pikiran penat, wajah tidak nampak bagus (bayangkan wajah cantik yang tertekuk
berlipat sepuluh), badan seakan habis memanggul berkarung-karung beras (emang
pernah ya ngangkut beras?). Ketika ada
yang bertanya, jawabannya meninggi saja. Kasihan sang penanya, kena semprot teu
pupuguh, dan sesudahnya ada sesal
dan perasaan bersalah. Tambah lagi deh masalah. Pokoknya parah!
Selalu, manusia butuh mengalir. Saat mengalir, manusia menjalani
dunianya, meliuk, menyempit diantara bebatuan, menghantam karang, menembus
lorong, berakrobat trapeze, apapun namanya, dengan leluasa. Atau sesekali diam
dalam delta, tergantung ia perlu. Saat mengalir, manusia hidup. Tak ada luapan.
Tak ada kebiri. Semula, dengan
kejam aku menyumbat aliran itu, bahkan
dengan sengaja semakin menambah sumbatannya dengan berbaik-baik kepada sang
penghunus pedang, dengan harapan aku bisa membunuh rasa sakithatiku akibat
ulahnya. Akibatnya, aku menerkam diriku sendiri, melumatnya habis hingga tak
bisa lagi bernafas!
Sekarang, aku butuh obat. Bila sumbatan kemarin itu penyakit, maka
obatnya adalah menulis, Aku tengah mengobati diri sendiri dengan menulisimu.
Menulis adalah terapi. Maka menulislah
aku, membuang apapun yang ada di kepala
ke dalam keranjang besar berisi aksara. Selain
berisi sampah, kali ini aku mengisinya dengan mutiara. Ya, mutiara asli, kuambil dari aksara Al-quran
melalui
penelusuran struktur abjad, tersusun dari sekian waktu pergumulanku
dengan mukjizat abadi yang dengan ajaib hidup secara sistemik. Guruku
mengajarkan bahwa Alquran akan menjalankan sistemnya sendiri saat ia dibaca,
dikaji, dianalisa, termasuk ditulis dan secara otomatis diamalkan, tanpa tendensi
apapun selain karena Allah swt. Metoda ikhlas.
Secara berkala aku menulis. Kali ini menulis dengan metodologi
Struktur Al-quran. Sebuah metode mengaji yang lebih intim (bagaimana
menerangkan sebuah perjalanan ruhani yang memabukkan, ya?) Mengaji, mengamati symbol, menganalisa
tanda-tanda, dan mengamalkan dengan istiqomah. Aplikatif.
Ibarat perjalanan di area amnion, dan menulis adalah awal
pembuahan, maka kulalui proses sejak
pembuahan, kemudian tumbuh menjadi sebuah embrio, peniupan ruh yang menghadirkan
sensasi spiritual yang menggetarkan, memelihara keseimbangan emosi, hingga tiba
di titik puncak proses kelahiran dengan
segala keluhan dan pengalaman mencengangkan. Satu kelahiran telah ditakdirkan. Satu ayat
seribu satu petualangan (aku menghitung,
satu ayat lebih dari sepuluh huruf, dan satu huruf mengandung 10 kebaikan, maka
berapa huruf untuk 19-20 ayat? ) Aku tak punya kalimat tepat untuk semua
perjalanan itu, selain : Menakjubkan.
Kutatap hasil tulisanku.
Subhanallah
…
Deretan
aksara Al-Quran berpendaran, lekuknya indah, bukan hasil cetakan, melainkan
tulisan tangan. Tulisanku. Dengan izinNya, telah kuikhtiyarkan syifa bagi
beberapa titik anatomi tubuhku melalui proses ini. Memang tak makan waktu
seharian, tetapi efeknya sungguh tak terdefinisikan. Aku tak pandai menerjemahkan sesuatu yang
seindah Al-Quran, yang ingin kusampaikan adalah proses ini membuatku sembuh.
Dada lapang selapang-lapangnya …
Fabiayyi
aalaa i robbikumaa tukadzdzibaan (Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Jangan
pernah merasa tak pantas untuk mengkaji Al-quran, seberapa bebalnyapun kita,
sebab dengan penuh kasih, Allah swt berfirman : “Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah 17 – 19).
Ketika
tak paham bahasa Al-Quran, saat kita mau membacanya, kepahaman itu akan lahir
dengan sendirinya, melalui bahasa yang kita mengerti. Bahasa yang bukan aksara,
bisa dalam bentuk apapun, bahkan tak kita duga. Yang pasti, usai membaca, akan
tiba di sebuah jawaban. Benarkah?
Yakinlah,
Allah tak pernah bohong dengan firmanNya! “ … atas tanggungan Kamilah
penjelasannya.”
Ini
bukan semata untuk hati, melainkan pula untuk semua jenis penyakit yang bahkan
mungkin belum ada namanya saat ini. Al-quran akan menjawab semuanya.
Apa
yang kudapat sekarang?
Sebuah
pencerahan …
Setidaknya
untukku sendiri
My
library
Rabu, 11 April 2012
Think to be positif
Hari masih muda, mataku perih. Barangkali sisa kemarin, ketika persediaan air mataku ambrol di tengah ruang kerja yang dipenuhi berkardus-kardus buku baru yang tiba hari itu.
Aku tidak akan bercerita tentang kejadian kemarin.
Biarkan saja episode itu disapu angin dan hujan lebat. Biarkan saja menjadi masa lalu, tak akan diingat, meski kusadar itu akan menjadi sesuatu yang memperkaya jiwa, satu saat nanti. (Itupun bila kisah beberapa menit hari itu mampu kurewind, aku sendiri sangsi. Aku bukan tipe orang yang mampu menyimpan dan mengingat luka sedemikian apik, syukurlah). Aku tipe orang yang hanya mau melihat sisi positif dari setiap kejadian. Bagi sebagian orang, itu bagus, tapi ada pula yang beranggapan bahwa aku terlalu kuat membentengi diri sehingga tak mau melihat sisi negatif yang sesungguhnya bisa dijadikan antisipasi.
Angkat bahu saja ... This is me!
I am positif thinking. Dan itu membuatku lebih bahagia
Selalu mampu memandang sisi positif dari kejadian segelap apapun, adalah salah satu cara menemukan solusi.
Hari ini, masih muda. Ada jam-jam polos menanti untuk diisi.
So, mari nikmati hari dengan senyuman
Aku tidak akan bercerita tentang kejadian kemarin.
Biarkan saja episode itu disapu angin dan hujan lebat. Biarkan saja menjadi masa lalu, tak akan diingat, meski kusadar itu akan menjadi sesuatu yang memperkaya jiwa, satu saat nanti. (Itupun bila kisah beberapa menit hari itu mampu kurewind, aku sendiri sangsi. Aku bukan tipe orang yang mampu menyimpan dan mengingat luka sedemikian apik, syukurlah). Aku tipe orang yang hanya mau melihat sisi positif dari setiap kejadian. Bagi sebagian orang, itu bagus, tapi ada pula yang beranggapan bahwa aku terlalu kuat membentengi diri sehingga tak mau melihat sisi negatif yang sesungguhnya bisa dijadikan antisipasi.
Angkat bahu saja ... This is me!
I am positif thinking. Dan itu membuatku lebih bahagia
Selalu mampu memandang sisi positif dari kejadian segelap apapun, adalah salah satu cara menemukan solusi.
Hari ini, masih muda. Ada jam-jam polos menanti untuk diisi.
So, mari nikmati hari dengan senyuman
Langganan:
Postingan (Atom)