Selasa, 14 April 2015

tetangga

Benarkah kesibukan menjauhkan kita dari hubungan sosial? semisal dengan tetangga atau kerabat. Pekerjaan kantor yang menyita waktu, kerap hanya menyisakan waktu istirah yang terbatas, di rumah. Jelas sekali efek langsungnya adalah waktu yang berkurang dengan anak dan suami. Sepanjang pertemuan singkat dengan mereka masih bisa dikategorikan sarat mutu (meski minim waktu), oke lah. Tetapi kemudian, mau tidak mau, suka atau tidak suka, interaksi sosial kita dengan tetangga kian menipis.

Bila sebelumnya bukan hanya sekedar say hello saat berpapasan di depan rumah, kini bahkan tetangga sebelah sakit pun baru tahu setelah beberapa hari, saat ia dikabarkan dirawat di rumah sakit. Bila sebelumnya setiap Jumat sore hadir di masjid untuk pengajian, kini oleh sebab tiba di rumah menjelang magrib hal itu tak lagi dilakukan. Otomatis pertemuan dengan banyak ibu-ibu dan ustadz, berbagi ilmu, bertukar kabar dan bersilaturahmi jadi makin jarang. 


Benarkah semua terjadi karena sibuk kerja? Benarkah bukan karena mulai terhijabnya hati? Oleh karena mulai enggan berinteraksi, atau malas berkomunikasi dan berbasa-basi?

Terkadang (atau seringkali) beramah-tamah (atau basa-basi) diperlukan sebagai media peleburan kekakuan hubungan bertetangga. Itu adalah bagian dari kewajiban kita menjaga silaturahmi. Tentu saja ramah-tamah yang positif. Langkanya obrolan yang terjalin antar tetangga bisa membuat hubungan menjadi hambar. Padahal Rasulullah saw yang mulia mengajarkan kita untuk menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena dialah keluarga terdekat kita.

Jadi, sesibuk apapun kita, jangan sampai merenggangkan jalinan silaturahmi dengan tetangga. Tetanggalah yang pertama kali kita mintai tolong saat kesulitan menerpa. Saat sakit atau bahkan meninggal dunia, tak bisa kita lepas dari bantuan mereka.

Dengan segala kurang lebihnya, adalah kewajiban kita membuat kita ada untuk mereka, pun sebaliknya. Bila kita sebal dengan tetangga yang nyinyir, maka kita tak perlu bersikap sama, sebab bila demikian apa bedanya kita dengan mereka. Menjaga hubungan baik dengan tetangga tak berarti kita menjadi sama dengan mereka. Maka sesibuk apapun, bila komunikasi tetap terjaga dengan baik, hubungan sosial akan tetap harmonis.

Saatnya waktu tak membuat kita menyerah, sebab kita tak melulu hidup di kantor, ada kawan lain yang berdampingan dengan kita, yaitu tetangga. Bersama mereka kita saling menitipkan diri.

7 komentar:

  1. Betul sekali, Mak :D Kalo di aku tetangga lebih dekat daripada saudara, soalnya anak rantau, hehehe :D

    BalasHapus
  2. Tertohok,,,, hikz
    trkadang sulit ngobrol krn takut dikira basa basi... haiiikz

    BalasHapus
  3. benul sekali... sesibuk apapun saya. paling ga saya meluangkan sabtu dan atau minggu main sama tetangga, atau sekedar menyapa dan ngobrol...

    BalasHapus
  4. terima kasih telah berbagi info....
    salam kenal dan salam sukses......

    BalasHapus
  5. Hubungan tetanggan yang bagus adalah di kampung-kampung. Akrab dan saling bantu.
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  6. lah ini saya kesini juga adalam rangka menjalin silaturahmi kembali setelah sekian lama terputus gara2 sibuk urusan duniawi , hehe...
    Penyebab utama ya bisa jadi terhijabnya hati karena kesibukan diri itu..terkiskis rasa empati karena kurangnya silaturahmi.

    BalasHapus
  7. tetangga adalah keluarga terdekat ya. Sebisa mungkin tetap sopan aja sih kalau aku

    BalasHapus

Silakan tulis komentar anda, sobat. Terima kasih sudah mampir, ya ...