Ketika hati menyimpan cerita luka, energy tersedot habis olehnya.
Pikiran penat, wajah tidak nampak bagus (bayangkan wajah cantik yang tertekuk
berlipat sepuluh), badan seakan habis memanggul berkarung-karung beras (emang
pernah ya ngangkut beras?). Ketika ada
yang bertanya, jawabannya meninggi saja. Kasihan sang penanya, kena semprot teu
pupuguh, dan sesudahnya ada sesal
dan perasaan bersalah. Tambah lagi deh masalah. Pokoknya parah!
Bacaan ‘Madre’ sedikit menghibur. Tapi selesai halaman terakhir,
penat itu datang lagi.
Aku mengaji, kemudian menulis struktur abjad. Saat menulis bayangan itu tetap menari-nari. Bayangan sakit hati. Masya Allah … 46 tahun hidup, rasanya aku bukanlah termasuk orang yang suka menyimpan sakit hati alias dendam. Tapi kali ini, sungguh membuatku kelelahan mengatasinya. Aku penganut paham ‘menyimpan dendam akan menyakiti diri sendiri’ sejati. Sakit hati tak pernah lama bersarang dalam hati. Positif thinking menambah pertahananku semakin kokoh. Tapi sekarang? Berapa lama ia bersarang? Seminggu? 2 minggu? Atau berminggu-minggu? Masya Allah … Barangkali benar kata sahabatku, sebabnya adalah karena pedang itu terhunus sejak lama dan menyayat sedikit demi sedikit, terus-menerus, dan aku tak melakukan apapun untuk mencegahnya!
So, kemarin kutumpahkan saja kepada sahabat, dengan catatan ia
tidak berbuih mulut, menyimpan rahasia ini berdua saja (meski aku sangsi,
adakah rahasia yang rapat tersimpan kala sepatah kata saja keluar dari sebuah
mulut?) Biarlah, yang penting aku punya tempat sampah! Saat itu terjadi, aku
bisa menertawakan diri sendiri sekaligus menangis. Ajaibnya, aku lebih plong …
Selalu, manusia butuh mengalir. Saat mengalir, manusia menjalani
dunianya, meliuk, menyempit diantara bebatuan, menghantam karang, menembus
lorong, berakrobat trapeze, apapun namanya, dengan leluasa. Atau sesekali diam
dalam delta, tergantung ia perlu. Saat mengalir, manusia hidup. Tak ada luapan.
Tak ada kebiri. Semula, dengan
kejam aku menyumbat aliran itu, bahkan
dengan sengaja semakin menambah sumbatannya dengan berbaik-baik kepada sang
penghunus pedang, dengan harapan aku bisa membunuh rasa sakithatiku akibat
ulahnya. Akibatnya, aku menerkam diriku sendiri, melumatnya habis hingga tak
bisa lagi bernafas!
Sekarang, aku butuh obat. Bila sumbatan kemarin itu penyakit, maka
obatnya adalah menulis, Aku tengah mengobati diri sendiri dengan menulisimu.
Menulis adalah terapi. Maka menulislah
aku, membuang apapun yang ada di kepala
ke dalam keranjang besar berisi aksara. Selain
berisi sampah, kali ini aku mengisinya dengan mutiara. Ya, mutiara asli, kuambil dari aksara Al-quran
melalui
penelusuran struktur abjad, tersusun dari sekian waktu pergumulanku
dengan mukjizat abadi yang dengan ajaib hidup di aliran darahku secara
sistemik. Guruku mengajarkan bahwa Alquran akan menjalankan sistemnya sendiri
saat ia dibaca, dikaji, dianalisa, termasuk ditulis dan secara otomatis diamalkan,
tanpa tendensi apapun selain karena Allah swt. Metoda ikhlas.
Secara berkala aku menulis. Kali ini
menulis dengan metodologi Struktur Al-quran. Sebuah metode mengaji yang lebih
intim (bagaimana menerangkan sebuah perjalanan ruhani yang memabukkan, ya?) Mengaji, mengamati symbol, menganalisa
tanda-tanda, dan mengamalkan dengan istiqomah. Aplikatif.
Ibarat perjalanan di area amnion, dan menulis adalah awal
pembuahan, maka kulalui proses sejak
pembuahan, kemudian tumbuh menjadi sebuah embrio, peniupan ruh yang menghadirkan
sensasi spiritual yang menggetarkan, memelihara keseimbangan emosi, hingga tiba
di titik puncak proses kelahiran dengan
segala keluhan dan pengalaman mencengangkan. Satu kelahiran telah ditakdirkan. Satu ayat
seribu satu petualangan (aku menghitung,
satu ayat lebih dari sepuluh huruf, dan satu huruf mengandung 10 kebaikan, maka
berapa huruf untuk 19-20 ayat? ), berapa kebaikankah yang dijanjikanNya? Aku tak punya kalimat tepat untuk semua
perjalanan itu, selain : Menakjubkan.
Kutatap hasil tulisanku.
Subhanallah
…
Deretan
aksara Al-Quran berpendaran, lekuknya indah, bukan hasil cetakan, melainkan
tulisan tangan. Tulisanku. Dengan izinNya, telah kuikhtiyarkan syifa bagi
beberapa titik anatomi tubuhku melalui proses ini. Memang tak makan waktu
seharian, tetapi efeknya sungguh tak terdefinisikan. Aku tak pandai menerjemahkan sesuatu yang
seindah Al-Quran, yang ingin kusampaikan adalah proses ini membuatku sembuh.
Dada lapang selapang-lapangnya …
Fabiayyi
aalaa i robbikumaa tukadzdzibaan. Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Jangan
pernah merasa tak pantas untuk mengkaji Al-quran, seberapa bebalnyapun kita,
sebab dengan penuh kasih, Allah swt berfirman : “Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah 17 – 19).
Ketika
tak paham bahasa Al-Quran, saat kita mau membacanya, kepahaman itu akan lahir
dengan sendirinya, melalui bahasa yang kita mengerti. Bahasa yang bukan aksara,
bisa dalam bentuk apapun, bahkan tak kita duga. Yang pasti, usai membaca, akan
tiba di sebuah jawaban. Benarkah?
Yakinlah,
Allah tak pernah bohong dengan firmanNya! “ … atas tanggungan Kamilah
penjelasannya.”
Ini
bukan semata untuk hati, melainkan pula untuk semua jenis penyakit yang bahkan
mungkin belum ada namanya saat ini. Al-quran akan menjawab semuanya.
Apa
yang kudapat sekarang?
Sebuah
pencerahan …
Setidaknya
untukku sendiri
My
library
Banyak yang ingin kusampaikan, entah kumulai darimana
seneng bnget bacanya mbak
BalasHapusdan ODOJ itu bikin ademmmmm
betul sekali
HapusAlhamdulillah ...
bener bangeud ma, terkadang jika merasakan sudah lelah pikiran, balik ke pasrah lebih mendekatkan diri padaNya adalah obat paling mujarab :)
BalasHapusYups ...
Hapus"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS Yunus 57)
Terimakasih sudah mampir, mak Nchie
lebih dekat dengan Allah melalui Al Quran
BalasHapusbetul, mak Lidya, kepada siapa lagi kita menuju selain kepadaNya
Hapusterimakasih sudah mampir
Inspiring :)
BalasHapusterimakasih, Indi sayang
HapusTeteh, saya kemarin langsung berkaca2 baca surat Alam Nasrah. Hadeuh, menohok pisan baca artinya.
BalasHapusSekarang baca tulisan teteh ini, adem pisan.
inspiratif dan menyejukan sekali tulisan teteh :)
BalasHapusMembaca Quran bisa menentramkan, meskipun tidak tahu artinya. Hati tentram itu sumber dari obat yang ada
BalasHapusal quran memang penawar, khususnya untuk penyakit hati yg mana dunia medis tdk dapat menjangkaunya
BalasHapusBisa menulis AL Qur'an dengan indah itu seni yang mengagumkan mbak. saya selalu kagum dengan keahlian yang satu ini. Serinng ada pandang mata puja yang tersorot di mata.
BalasHapusAlhamdulillaah...
BalasHapusbetapa kita semakin yakin dengan firman-Nya ya mbak
wah belum ada update ya teh
BalasHapusBaca beberapakali aku mak untuk meresapi tulisan ini, ya...membaca Al quran itu obat jiwa <3
BalasHapus