Senin, 17 November 2014

Minum Obat dengan ALQUR'AN

Ketika hati menyimpan cerita luka, energy tersedot habis olehnya. Pikiran penat, wajah tidak nampak bagus (bayangkan wajah cantik yang tertekuk berlipat sepuluh), badan seakan habis memanggul berkarung-karung beras (emang pernah ya ngangkut  beras?). Ketika ada yang bertanya, jawabannya meninggi saja. Kasihan sang penanya, kena semprot teu pupuguh,  dan sesudahnya ada sesal dan perasaan bersalah. Tambah lagi deh masalah. Pokoknya parah!

Bacaan ‘Madre’ sedikit menghibur. Tapi selesai halaman terakhir, penat itu datang lagi.


Aku mengaji, kemudian menulis struktur  abjad.   Saat menulis bayangan itu tetap menari-nari. Bayangan sakit hati. Masya Allah … 46 tahun  hidup, rasanya aku bukanlah termasuk orang yang suka menyimpan sakit hati alias dendam. Tapi kali ini, sungguh membuatku kelelahan mengatasinya. Aku penganut  paham ‘menyimpan dendam akan menyakiti diri sendiri’  sejati. Sakit hati tak pernah lama bersarang dalam hati. Positif thinking menambah pertahananku semakin kokoh. Tapi sekarang?  Berapa lama ia bersarang? Seminggu? 2 minggu? Atau berminggu-minggu? Masya Allah … Barangkali benar kata sahabatku, sebabnya adalah karena pedang itu terhunus sejak lama dan menyayat sedikit demi sedikit, terus-menerus, dan aku tak melakukan apapun untuk mencegahnya!

So, kemarin kutumpahkan saja kepada sahabat, dengan catatan ia tidak berbuih mulut, menyimpan rahasia ini berdua saja (meski aku sangsi, adakah rahasia yang rapat tersimpan kala sepatah kata saja keluar dari sebuah mulut?) Biarlah, yang penting aku punya tempat sampah! Saat itu terjadi, aku bisa menertawakan diri sendiri sekaligus menangis. Ajaibnya, aku lebih plong …

Selalu, manusia butuh mengalir. Saat mengalir, manusia menjalani dunianya, meliuk, menyempit diantara bebatuan, menghantam karang, menembus lorong, berakrobat trapeze, apapun namanya, dengan leluasa. Atau sesekali diam dalam delta, tergantung ia perlu. Saat mengalir, manusia hidup. Tak ada luapan. Tak ada kebiri.  Semula, dengan kejam  aku menyumbat aliran itu, bahkan dengan sengaja semakin menambah sumbatannya dengan berbaik-baik kepada sang penghunus pedang, dengan harapan aku bisa membunuh rasa sakithatiku akibat ulahnya. Akibatnya, aku menerkam diriku sendiri, melumatnya habis hingga tak bisa lagi bernafas!

Sekarang, aku butuh obat. Bila sumbatan kemarin itu penyakit, maka obatnya adalah menulis, Aku tengah mengobati diri sendiri dengan menulisimu. Menulis adalah terapi.  Maka menulislah aku, membuang apapun yang  ada di kepala ke dalam keranjang besar berisi aksara.  Selain berisi sampah, kali ini aku mengisinya dengan  mutiara.  Ya, mutiara asli, kuambil dari aksara Al-quran  melalui  penelusuran struktur abjad, tersusun dari sekian waktu pergumulanku dengan mukjizat abadi yang dengan ajaib hidup di aliran darahku secara sistemik. Guruku mengajarkan bahwa Alquran akan menjalankan sistemnya sendiri saat ia dibaca, dikaji, dianalisa, termasuk ditulis dan secara otomatis diamalkan, tanpa tendensi apapun selain karena Allah swt. Metoda ikhlas.

Secara berkala aku menulis. Kali ini menulis dengan metodologi Struktur Al-quran. Sebuah metode mengaji yang lebih intim (bagaimana menerangkan sebuah perjalanan ruhani yang memabukkan, ya?)  Mengaji, mengamati symbol, menganalisa tanda-tanda, dan mengamalkan dengan istiqomah. Aplikatif. 

Ibarat perjalanan di area amnion, dan menulis adalah awal pembuahan, maka kulalui proses  sejak pembuahan, kemudian tumbuh menjadi sebuah embrio, peniupan ruh yang menghadirkan sensasi spiritual yang menggetarkan, memelihara keseimbangan emosi, hingga tiba di titik puncak  proses kelahiran dengan segala keluhan dan pengalaman mencengangkan.  Satu kelahiran telah ditakdirkan. Satu ayat seribu satu  petualangan (aku menghitung, satu ayat lebih dari sepuluh huruf, dan satu huruf mengandung 10 kebaikan, maka berapa huruf untuk 19-20 ayat? ), berapa kebaikankah yang dijanjikanNya?  Aku tak punya kalimat tepat untuk semua perjalanan itu, selain :  Menakjubkan.

Kutatap hasil tulisanku.
Subhanallah …
Deretan aksara Al-Quran berpendaran, lekuknya indah, bukan hasil cetakan, melainkan tulisan tangan. Tulisanku. Dengan izinNya, telah kuikhtiyarkan syifa bagi beberapa titik anatomi tubuhku melalui proses ini. Memang tak makan waktu seharian, tetapi efeknya sungguh tak terdefinisikan.  Aku tak pandai menerjemahkan sesuatu yang seindah Al-Quran, yang ingin kusampaikan adalah proses ini membuatku sembuh. Dada lapang selapang-lapangnya …

Fabiayyi aalaa i robbikumaa tukadzdzibaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Jangan pernah merasa tak pantas untuk mengkaji Al-quran, seberapa bebalnyapun kita, sebab dengan penuh kasih, Allah swt berfirman : “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu  pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah 17 – 19).

Ketika tak paham bahasa Al-Quran, saat kita mau membacanya, kepahaman itu akan lahir dengan sendirinya, melalui bahasa yang kita mengerti. Bahasa yang bukan aksara, bisa dalam bentuk apapun, bahkan tak kita duga. Yang pasti, usai membaca, akan tiba di sebuah jawaban. Benarkah?
Yakinlah, Allah tak pernah bohong dengan firmanNya!  “ … atas tanggungan Kamilah penjelasannya.”

Ini bukan semata untuk hati, melainkan pula untuk semua jenis penyakit yang bahkan mungkin belum ada namanya saat ini. Al-quran akan menjawab semuanya.

Apa yang kudapat sekarang?
Sebuah pencerahan …
Setidaknya untukku sendiri

                                                                                                            My library
Banyak yang ingin kusampaikan, entah kumulai darimana

16 komentar:

  1. seneng bnget bacanya mbak
    dan ODOJ itu bikin ademmmmm

    BalasHapus
  2. bener bangeud ma, terkadang jika merasakan sudah lelah pikiran, balik ke pasrah lebih mendekatkan diri padaNya adalah obat paling mujarab :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups ...
      "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS Yunus 57)
      Terimakasih sudah mampir, mak Nchie

      Hapus
  3. lebih dekat dengan Allah melalui Al Quran

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul, mak Lidya, kepada siapa lagi kita menuju selain kepadaNya
      terimakasih sudah mampir

      Hapus
  4. Teteh, saya kemarin langsung berkaca2 baca surat Alam Nasrah. Hadeuh, menohok pisan baca artinya.

    Sekarang baca tulisan teteh ini, adem pisan.

    BalasHapus
  5. inspiratif dan menyejukan sekali tulisan teteh :)

    BalasHapus
  6. Membaca Quran bisa menentramkan, meskipun tidak tahu artinya. Hati tentram itu sumber dari obat yang ada

    BalasHapus
  7. al quran memang penawar, khususnya untuk penyakit hati yg mana dunia medis tdk dapat menjangkaunya

    BalasHapus
  8. Bisa menulis AL Qur'an dengan indah itu seni yang mengagumkan mbak. saya selalu kagum dengan keahlian yang satu ini. Serinng ada pandang mata puja yang tersorot di mata.

    BalasHapus
  9. Alhamdulillaah...
    betapa kita semakin yakin dengan firman-Nya ya mbak

    BalasHapus
  10. Baca beberapakali aku mak untuk meresapi tulisan ini, ya...membaca Al quran itu obat jiwa <3

    BalasHapus

Silakan tulis komentar anda, sobat. Terima kasih sudah mampir, ya ...