Senin, 07 Juni 2010

CINTA SEPENUH BUMI ITU KUPANGGIL MAMA


Menyebut Mama adalah menyebut kembang yang aku tak pernah menanam, namun tiba-tiba tumbuh dalam diam, berkembang dalam diri, diam-diam, tak kenal layu, tanpa kutahu dari mana awalnya.


Menyebut Mama adalah menyebut sekian jejak jalanan, yang membentang bukan saja dari buaian, melainkan jauh sebelum itu, dari detak jantung rahim kehidupan.

Menyebut Mama adalah menyebut sekian rasa tak tertahankan, oleh ke’rumasa’an yang tak terkendali oleh nalar. Memaksa selaksa rinai meleleh di sudut hati.


Seperti hari ini.

Seribu satu rasa melesak dalam dada. Entah bagaimana akan keluar, sebagai kalimat penghormatan bagi pengkhidmatannya yang tulus tak terbayarkan. Pilihan kalimat terindah tak pernah cukup pantas bagi kecintaan luhurnya pada anak rahim yang menjadikannya seorang ibu. Ibu bagi anak-anak. Ibu bagi kehidupan. Ibu bagi peradaban.


Mama …

Aku ingat saat dengan tekun kau genggam jemariku

Menuntun kemanapun langkah kuayun saat berlatih meniti jalan

Aku ingat saat dengan cemas kau tunggu kepulanganku dari pergi main yang lupa waktu

Dalam kekhawatiran, tak seucap kata pedas pun yang kau lontarkan, selain peluk hangat pelepas cemas yang membuncah.


Aku ingat saat dengan sabar engkau menjejeri langkah remajaku, yang terkadang sulit kau mengerti tapi coba kau pahami. Meski aku bukan termasuk remaja yang sulit diatur, masa-masa itu tetaplah sebuah masa sulit bagi sebuah hubungan saling memahami. Tak pernah ada friksi diantara kita karena engkau demikian arif menyikapi masa 'sulit'ku.


Aku sedih mengingat betapa engkau demikian kasih memperlakukan aku. Sedih karena hingga detik ini aku tak pernah bisa memberi berlembar-lembar cinta seperti cinta yang telah engkau selimutkan dalam jiwaku.Hingga kini tak pernah mampu kusebut engkau melebihi sebutan cintamu kepadaku. Dan disinilah aku dapat memahami kenapa Rasulullah mulia demikian memuliakanmu.


Aku ingat saat engkau mengajariku mengeja aksara dalam berlembar surat yang kukirim untuk ayah yang tinggal jauh dengan kami. Dibimbingnya aku menulis dengan tinta kearifan dan kasih, bukan dengan selaksa benci. Agar aku memahami bahwa hidup bukan tentang pendakwaan melainkan rangkaian perjalanan mengais nilai. Maka tempat yang berjauhan tak pernah membuatku kekurangan cinta dan sosok ayah. Bahkan, dengan takdir-Nya, aku bahkan merasakan banyak dilimpahi kasih, dari segala penjuru, kakek, nenek, paman, bibi, dan double cinta ibu.


Saat beranjak dewasa, aku tahu di sudut hatimu yang lain, engkau menyimpan luka yang dalam. Tapi tak sekalipun engkau pernah berucap kasar atau berperilaku keras, yang mengabarkan kedalaman luka itu. Tidak pernah. Saat kutanya mengapa, dengan halus engkau katakan : biarlah perih itu hanya milik mama, agar mama bisa dengan lapang memohon pinta pada Tuhan agar anak-anak mama tak pernah merasakan luka serupa.


Duh, Mama ...

Doa tak kunjung putus yang membuka pintu-pintu langit itulah rupanya, yang telah membuat hidup kami semua (anak-anak mama) berada dalam kelapangan dan ketentraman.

Lalu harus bagaimana lagi kami mengimbangi cinta sepenuh bumi yang telah engkau beri untuk kami? Tak kan pernah sanggup kami mencintaimu melebihi cintamu pada kami.

Hanya doa, di setiap helaan nafas kami agar kiranya Allah Yang Mahacinta mencintaimu kini dan kelak. Mohon kiranya Allah Yang Mahahalus dan Mahakaya senantiasa menganugerahi hidup sehat sejahtera, dan kelak menganugerahkan Istana indah di surga.


Amiiin ...



Tulisan ini saya ikutsertakan dalam kontes "Berbagi Kisah Sejati" yang diadakan oleh Anazkia
dengan sponsor Denaihati
Sekedar berpartisipasi, semoga berkenan.


13 komentar:

  1. Duh Mbak.. Indah dan kuat. Penggambarannya membuat saya merinding.. Semoga sukses ya mbak..

    BalasHapus
  2. Mbak.., andai aku mampu berbagi kisah dengan bahasa yg indah spt Mbak Anie ya...?
    Membaca tulisan mbak Anie dg penggunaan kata2 yg indah terasa sekali menyentuh di hati. Salut sekali utk Mamanya ya mbak... Pantas saja mbak Anie memiliki kepribadian yg luar biasa, karena Mamanya juga sangat luar biasa.

    BalasHapus
  3. Indah mbak... semoga menang ya..
    Salut utk artikelnya.

    BalasHapus
  4. @ kakve santi : saat inipun saya kangen mama (mengusap mata)

    @ ajeng : terima kasih
    @ catatan kecilku : saya hanya menulis semata. Saya justru kagum pada cara menulis mbak reni yang lugas. Alhamdulillah, saya memiliki mama yang luar biasa, mbak. Mohon doa untuk beliau ya!

    @ the others : terima kasih

    BalasHapus
  5. Ah, bahasmu sunguh indah dan menohok, mbak!
    Sukses dan semoga mendapatkan yang terbaik. amin..

    BalasHapus
  6. Ya...bagiku ibu adalah puisi terindah yang dibuat Tuhan untukku!

    BalasHapus
  7. Amin! Ibu adalah segalanya bagi kita! Bila kita bahgia seorang ibu akan bahagia, bila kita susah ibu pun akan merasakannya...walaupun kita merahasiakan!
    Karena itu bahagiakanlah diri sendiri dan lingkungan kita, ibupun akan bahagia dan bangga akan anaknya!

    BalasHapus
  8. Ibu pemilik kasih sayang terhadap anaknya yang tak pernah pudar!

    BalasHapus
  9. Bahsanya bener2 indahhh
    aku sampe terharu dan inget ibuku
    kita saingan ya mbak
    tapi bahasaku ngga keruan

    BalasHapus
  10. Amin. Ya betapa ibu adalah sosok yang begitu kuat mengisi benak kita. Nice post mbak Annie.

    BalasHapus
  11. Mama, Bunda, Ibu, Emak,
    apapun panggilannya....

    sosok yang tak tergantikan yaa

    BalasHapus

Silakan tulis komentar anda, sobat. Terima kasih sudah mampir, ya ...