Bukan disengaja aku menghitung. Ketika melihat rupiah bersliweran di depan mukaku sore itu, aku berfikir, dahsyat juga ya ibu-ibu di komplek sederhana macam tempat tinggalku ini. Apatah lagi uang yang bersliweran di komplek perumahan elite, Fiuuuhh ... tak terbayangkan!
Begini ...
Setiap bulan ada silaturahmi ibu-ibu PKK di komplek tempat tinggalku. Dan lazimnya ibu-ibu, setiap ketemuan pasti yang dipikir adalah bagaimana cara mengumpulkan uang. So, dibuatlah kelompok arisan.
Awalnya, arisan hanyalah sebagai sarana pengikat silaturahmi, agar tak ada alasan untuk tidak datang ke pertemuan. Dibukalah arisan sekedar pengikat silaturahmi, jadi jumlahnya tidak banyak, agar seluruh ibu-ibu komplek mampu membayarnya, maklum kemampuan finansial masing2 ibu tak sama. Kesepakatan di buat, ibu-ibu membuka kelompok arisan dengan jumlah kecil, yakni Rp. 10.000 per bulan.
Sedikit?
Iya sih, sedikit, karena bukan jumlah uang yang diutamakan, melainkan silaturahminya. Jumlah ibu-ibu di komplek mencapai seratus lebih, tapi yang rutin hadir ke pertemuan hanya sekitar 40 orang saja. Meski demikian, semua ibu-ibu yang mengaku warga Blok 1 RW 10 kudu wajib ikut arisan, istilahnya dipaksa ikut pertemuan. Ya iyalah, kan mempererat silaturahmi. Disana kita bisa saling bertukar informasi, berbagi ilmu keterampilan, menyampaikan usul saran bagi kemajuan lingkungan, bertukar pendapat soal pengajian anak-anak di masjid komplek, dan lain-lain, yang nantinya akan diajukan sebagai suara resmi ibu-ibu kepada pengurus RW.
Gak berat, dong. Wong cuma menyisihkan sepuluh ribu rupiah sebulan. istilahnya : arisan pameungkeut (arisan pengikat).
Itu awalnya.
Tapi kemudian kelompok arisan jadi beragam. Sebagian ibu-ibu ingin jumlah yang lebih besar. Arisan sepuluh ribu berarti hanya menang seratus ribu, karena perputaran arisan itu hanya untuk 10 bulan agar tidak lama menunggu giliran menang. Dapat seratus ribu? Duhai ... Istilahnya, hanya cukup buat jajan anak ...
Bukan menyepelekan, uang seratus ribu bisa berarti banyak saat kita lagi bokek. Uang seratus ribu bisa buat apa saja yang bermanfaat buat keluarga. Tapi ... teteeep ... ibu-ibu ingin ada kelompok arisan yang lebih besar (uangnya).
Maka dibuatlah beberapa kelompok arisan, tapi arisan yang sepuluh ribu tetep wajib diikuti oleh semua ibu. Sepakat!
Tambahannya adalah :
NO
|
KELOMPOK ARISAN
|
JUMLAH MENANG (Rp)
|
JML PEMENANG PER BULAN
|
JUMLAH UANG YANG DIKELUARKAN
|
1
|
25.000
|
250.000
|
2 orang
|
500.000
|
2
|
50.000
|
500.000
|
2 orang
|
1.000.000
|
3
|
100.000
|
1.000.000
|
3 orang
|
3.000.000
|
4
|
200.000
|
2.000.000
|
2 orang
|
4.000.000
|
5
|
300.000
|
3.000.000
|
2 orang
|
6.000.000
|
6
|
400.000
|
4.000.000
|
1 orang
|
4.000.000
|
J U M L A H
|
18.500.000
|
Bila ditambah dengan kelompok arisan yang Rp. 10.000 dengan jumlah menang arisan sebesar Rp. 100.000, maka bila dikali 4 pemenang setiap bulan , jadi Rp. 100.000 x 4 = Rp. 400.000, maka uang yang beredar sore itu di arisan ibu-ibu komplek adalah sebesar Rp. 18.900.000,-
Jumlah yang fantastic!
Hanya kurang dari satu jam, ibu-ibu berkumpul, uang bisa berputar sebanyak itu.
Padahal komplek perumahan tempat saya tinggal bukanlah perumahan elite. Namanya saja perumnas dengan tipe RSS (Rumah sangat sederhana) tipe 26, 36, 50, paling besar 70.
Bayangkan bila perputaran uang itu terjadi di sebuah perumahan elite. Aduhai, boo ...!
Tapi bukan itu yang ingin saya bagi.
Begini ...
Di komplek saya ada 9 blok. Saya bayangkan, bila di setiap blok, ibu-ibu mengadakan arisan dengan jumlah uang berputar rata-rata 10 juta saja. Maka satu jam saja, terkumpul uang 90 juta rupiah.
Setiap pemenang biasanya menyetorkan uang sebesar 1 % untuk dana kas arisan kepada bagian admin. Satu tahun kemudian dana bisa dijadikan sebagai modal usaha di bulan Ramadhan seperti bazaar sembako. Di sana uang kembali berputar. Dalam bentuk yang lebih dinamis, yakni jual beli. Ada keuntungan, masuk ke dalam kas PKK. Ada anak-anak remaja yang dilibatkan, sebagai penjaja kupon, atau penunggu stand bazzaar, membantu jadi asisten para ibu mereka.
Ibu-ibu tidak perlu lagi membeli sembako dari pasar, belum di jalannya yang biasanya macet menjelang hari raya, atau menghabiskan banyak waktu, dan sebagainya.
Sangat besar potensi ibu-ibu bila ia disatukan. Diantaranya potensi ekonomi seperti yang barusan saya ceritakan.
Lain lagi, bila ibu-ibu kemudian berkumpul untuk menyisihkan baju layak pakai. Mangga deh, pengumunan di mike masjid, sekarang. "Dihimbau kepada ibu-ibu yang memiliki pakaian layak pakai untuk disumbangkan, ditunggu sekarang juga oleh panitia di masjid."
Maka, ibu-ibu akan de bring (berduyun-duyun) keluar rumahnya sambil bawa kresek baju buat disumbangkan.
Kemarin, madrasah diniyah ustadz saya ambruk terkena angin beliung. Ketika arisan, ibu-ibu diajak untuk turut menyumbang semen atau apapun yang bisa disumbangkan seikhlasnya. Spontan ibu-ibu merogoh saku dan memasukkan sejumlah uang ke dalam kencleng. Biarlah nanti bila sudah terkumpul, baru uangnya dibelikan material buat membantu pembangunan kembali madrasah yang rusak itu. Berapa uang yang terkumpul saat itu ?
Setelah dihitung terkumpul Rp. 675.000.
Itu yang terjadi di komplek rumah saya.
Percaya deh. Ibu-ibu itu bukan hanya pinter ngerumpi, tapi juga pinter bergerak melakukan kebaikan yang bisa mnginspirasi bapak-bapaknya hehe ....
Betul lho ...!
Pak RW aja salut dengan gerakan ibu-ibu ini.
Bangga deh jadi ibu-ibu.
Jumlah yang fantastic!
Hanya kurang dari satu jam, ibu-ibu berkumpul, uang bisa berputar sebanyak itu.
Padahal komplek perumahan tempat saya tinggal bukanlah perumahan elite. Namanya saja perumnas dengan tipe RSS (Rumah sangat sederhana) tipe 26, 36, 50, paling besar 70.
Bayangkan bila perputaran uang itu terjadi di sebuah perumahan elite. Aduhai, boo ...!
Tapi bukan itu yang ingin saya bagi.
Begini ...
Di komplek saya ada 9 blok. Saya bayangkan, bila di setiap blok, ibu-ibu mengadakan arisan dengan jumlah uang berputar rata-rata 10 juta saja. Maka satu jam saja, terkumpul uang 90 juta rupiah.
Setiap pemenang biasanya menyetorkan uang sebesar 1 % untuk dana kas arisan kepada bagian admin. Satu tahun kemudian dana bisa dijadikan sebagai modal usaha di bulan Ramadhan seperti bazaar sembako. Di sana uang kembali berputar. Dalam bentuk yang lebih dinamis, yakni jual beli. Ada keuntungan, masuk ke dalam kas PKK. Ada anak-anak remaja yang dilibatkan, sebagai penjaja kupon, atau penunggu stand bazzaar, membantu jadi asisten para ibu mereka.
Ibu-ibu tidak perlu lagi membeli sembako dari pasar, belum di jalannya yang biasanya macet menjelang hari raya, atau menghabiskan banyak waktu, dan sebagainya.
Sangat besar potensi ibu-ibu bila ia disatukan. Diantaranya potensi ekonomi seperti yang barusan saya ceritakan.
Lain lagi, bila ibu-ibu kemudian berkumpul untuk menyisihkan baju layak pakai. Mangga deh, pengumunan di mike masjid, sekarang. "Dihimbau kepada ibu-ibu yang memiliki pakaian layak pakai untuk disumbangkan, ditunggu sekarang juga oleh panitia di masjid."
Maka, ibu-ibu akan de bring (berduyun-duyun) keluar rumahnya sambil bawa kresek baju buat disumbangkan.
Kemarin, madrasah diniyah ustadz saya ambruk terkena angin beliung. Ketika arisan, ibu-ibu diajak untuk turut menyumbang semen atau apapun yang bisa disumbangkan seikhlasnya. Spontan ibu-ibu merogoh saku dan memasukkan sejumlah uang ke dalam kencleng. Biarlah nanti bila sudah terkumpul, baru uangnya dibelikan material buat membantu pembangunan kembali madrasah yang rusak itu. Berapa uang yang terkumpul saat itu ?
Setelah dihitung terkumpul Rp. 675.000.
Itu yang terjadi di komplek rumah saya.
Percaya deh. Ibu-ibu itu bukan hanya pinter ngerumpi, tapi juga pinter bergerak melakukan kebaikan yang bisa mnginspirasi bapak-bapaknya hehe ....
Betul lho ...!
Pak RW aja salut dengan gerakan ibu-ibu ini.
Bangga deh jadi ibu-ibu.
di komplek saya juga ada beberapa kelompok arisan :)
BalasHapusmemang ya, mbak ... di hampir setiap komplek perumahan pasti ada kelompok arisan ibu-ibunya hehe
Hapusterimakasih sudah berkunjung
Wiiih ibu ibu hebat, pertahankan ibu i- ibu...
BalasHapuspertahankan dan tingkatkan terus, kan? oke sip
Hapusalhamdulillah, keren nih ibu-ibu... saya juga ikutan arisan teteh, gak banyak sih cuma dua kelompok. Satu kelompok di kompleks yg sepertinya wajib saya ikuti, yg satunya arisan sosialisasi diluar rmh dgn bbrp teman wanita, ini yg agak rempong krn tmptnya gak di rmh tp di tmpt2 mkn/resto. Dan rempongnya kdg pake dresscode...hadeuuuhhh *_*
BalasHapusdresscode ..?? Ya Allah, hehe ... bener-bener ribet dong ya. Di tempatku mah yaa, sederhana saja, waktunya sore ba'da asar, gak pake konsumsi lagi.
HapusAsyiknya dunia arisan. mengingatkan saya akan ibu-ibu di kampung saya.
BalasHapusarisan memang identik dengan ibu-ibu ya, Van?
Hapusterimakasih sudah mampir ke dunia ibu-ibu hehe ...