Selasa, 15 September 2009

Shaum Keduapuluhlima : Menulis Setiap Hari



Tulisan ini pernah saya posting di awal blog saya.
Tiba-tiba saya terkenang kakek almarhum serta ajaran beliau, maka kubagikan perasaan ini buat sobat semua. Semoga bermanfaat.

Kakek saya, Endus Supena, selama hampir 60 tahun tak pernah absen menulis catatan harian, bahkan pada saat yang terbadai (meminjam istilah Abdurrahman Faiz, penulis cilik putera penulis Helvy Tiana Rosa).
Beliau menulis secara rutin, tak terjeda, sejak usia 40 tahun sampai ajal menjemputnya di usia 107 tahun. Sebegitu setianya beliau pada catatan, kemanapun pergi buku harian tak pernah tertinggal. Aki (begitu saya menyapanya) dengan buku harian laksana gula dengan manisnya. Ia adalah dua kata berbeda tetapi memiliki satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Banyak permata yang saya dapat dari perjalanan hidup aki, diantaranya adalah pesan untuk selalu "menulis catatan hidup" sehari-hari. Meskipun peristiwa itu tak berarti dan remeh, tuliskan. Sebab kelak, saat waktu tak lagi sama, ia akan berubah menjadi sejarah yang tak terduga! Maka, tuliskanlah sekecil apapun artinya itu untukmu. Selami dan renungkan keseharian itu dalam bentuk kata-kata, maka kau akan menemukan betapa berharganya hidup, betapa berartinya dirimu dan alangkah sia-sianya waktu bila tak diisi dengan perbuatan.

Maka, ketika aki meninggal dunia, saat jasadnya tak lagi bersama kami, yang teringat dari peninggalan aki bukanlah harta dan tanah, melainkan buku catatan harian. Buku-buku itulah yang kami jadikan pusaka peninggalan tak ternilai.
Buku harian itu berjumlah 58 buah. Setiap 1 buku menyimpan perjalanan 1 tahun atau 1 tahun 3 bulan, tak sama, tergantung banyak tidaknya tulisan beliau. Semua catatan penting kelahiran, aqiqah, kematian, kelulusan, pernikahan para anak cucu mantu lengkap tertulis. Tiga malam pertama kepergiannya kami isi dengan membaca kisah hidupnya sekaligus perjalanan kelahiran serta kenakalan dan kesehaian kami anak cucu mantunya. Duh ... aki, hatur nuhun !

Kesetiaan.
Itulah yang saya genggam dari ketekunan aki menulis kesehariannya.
Kesetiaan pada hidup.
Kesetiaan pada keturunan.
Kesetiaan pada kebiasaan yang menjadikannya berarti.

Bagi saya ini sungguh luar biasa !
Sebuah mozaik yang dengan cermat beliau susun dalam hidup yang telah dianugerahkan Allah Yang Mahahidup. Mozaik itu kemudian menjelma sebuah pusaka sarat nilai yang beliau persembahkan bagi keturunannya. Tentunya untuk dijadikan teladan.

Kini...
mampukah saya menulis terus setiap hari?
Selama ini selalu saja ada rentang waktu yang kosong, baik hitungan hari atau bahkan minggu, lembaran harianku putih, tak ada kata, tak ada rasa. Tak pernah konsisten !

Konsistensi!
Itulah sesungguhnya yang diajarkan aki lewat kesetiaannya pada catatan harian.
Ternyata, menulis setiap hari, benar-benar setiap hari, tak semudah yang saya bayangkan. Di dalamnya terdapat banyak sekali virus kemalasan, ngantuk atau bahkan lupa!
Padahal, kata Pak Hernowo penulis "Spirit Iqra", menulis dan juga membaca akan menumbuhkan dendrit ( salah satu komponen penting di otak yang berfungsi mengalirkan dan mengait-ngaitkan informasi).

Pantas saja aki berumur panjang dan tak pikun hingga akhir hayatnya! Otaknya terus bekerja ...
Lagipula Sahabat Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah, mewasiatkan : "Ikatlah ilmu dengan menuliskannya."
Lalu kalau begitu, agar selalu sehat, bernas, dan tak cepat pikun : teruslah menulis. Tulis apa saja.

Itulah pelajaran berharga dari almarhum kakek saya tercinta.
Semoga sekecil apapun yang saya lakukan dari ajaran aki, pahalanya sampai jua padanya.
Amiiin

10 komentar:

  1. assalamualaikum mbak ani...
    tabik untuk almarhum yang telah meninggalkan wasiat yang lebih berharga dari hanya sebuah harta. buku harian beliau pasti jadi tolak ukur keluarga. insyaAlloh.
    terima kasih sudah mampir ke blog saya yah

    BalasHapus
  2. Rahmat Surur:

    Assalamu'alaikum wr. wb.

    Di hari yang sama, tak begitu banyak
    yang ku -perbuat, -lakukan, -laksanakan :

    Sahur > shalat Berjama'ah > Baca-baca >
    Tulis-tulis: sambil dengerin acara di radio
    > Menghirup udara di halaman rumah,
    sembari ku perhatikan bunga-bunga an;
    tanam-tanam an, dan sekelilingnya.

    = Subhanallaah !
    Ketika terlambat bunga2 / tanam2an
    tak disirami, nampak: LAYU.
    {andaikan aku selama ini tak terus menerus
    mendapatkan siraman, mungkin akan mengalami
    seperti yang LAYU itu}

    = Masya Allaah !
    Ketika ku terus perhatikan, ...
    dan teringat lah, suatu sa'at; aku pun
    akan LAYU.
    {andaikan aku selama ini tak terkendali,
    mungkin saja terlena dalam hidup dan ...
    kehidupan ... di alam fana ini}

    = Tabaraakallaah !
    Ya, Allah, berilah aku Petunjuk-Mu !
    berilah aku Bimbingan-Mu !
    berilah aku Kekuatan dari-Mu !
    berilah aku Kesabaran dari-Mu !
    berilah aku Ketawakalan dari-Mu !

    Al Hamdulillaah !
    aku dapat melanjutkan kegiatan berikutnya :
    > Menerima kunjungan guru Raudhatul Athfal/RA
    al-Asy 'Ariyyah, mereka begitu semangatnya
    membantu ikut mencerdaskan anak bangsa ini
    padahal mereka tak digaji, hanya ala kadar-
    nya; jauh dari kesepadanan dengan keringat
    yang mereka keluarkan:
    Ya, Allaah, jadikanlah amalan mereka menjadi
    hiasan Amalannya di bulan Ramadhan 1430 H ini

    > Betapa indahnya, aku dapat memimpin shalat
    Dzuhur berjama'ah ...

    > Melayani masyarakat di tempat kerjaku pada
    bulan ini tak begitu dibuat sibuk.

    > Aku pulang, ku perhatikan para pekerja yang
    ada di halaman rumahku; keringatnya sudah
    bercucuran, walau mereka sedang shaum.
    Mereka lakukan semata-mata untuk menggapai
    ridho-NYA; menghidupi isteri dan anak-anaknya.
    Sejalan dengan perjalanan waktu;
    isteriku melanjutkan rutinitas keluarga;
    si-Cikal (Novi) dan si-Bungsu (Bagus) turut
    serta ada di halaman sambil bermain.

    > sambil rileks menjelang ashar tiba,
    aku nikmati lantunan lagu2 all disk
    karena itu kesenangan ku, ...

    > Tak lama berselang, para pekerja pun pulang
    aku teruskan untuk beres-beres ...

    > Ya ... sambil nikmati MUTIARA HIKMAH RAMADHAN
    tak lama, Waktu Buka Shaum pun Tiba, dan
    SUBHANALLAAH,
    Aku - Mamahnya - si-Cikal + Bungsu - Adik ku
    menikmati bersama buka Shaum, ...
    seterusnya Tarawih-an di DKM Al Barokah
    yang tak begitu jauh dari Panganjrekanku

    > Sa'at ini aku buat komentar Teh Ani.
    Jangan diketawain ya !
    Walau aku tak bisa berbuat seperti kakekmu !
    ..........................................

    Wassalam.
    Rahmat Surur,
    Jl. Raya Cidatar 36-C, RT. 06 RW. 07 Desa Cidatar, Kec. Cisurupan, Kab, Garut, 44163.

    BalasHapus
  3. Kini kegemaran kakek turun ke cucunya...selamat berkarya..!

    BalasHapus
  4. Subhanallah.. sungguh sebuah konsistensi yang sulit di pertahankan. Salut untuk kakek mbak Anie.

    Mampukah saya sepertinya...???

    BalasHapus
  5. Semoga saya dapat terus menulis seperti apa yang telah beliau ajarkan.
    Ya Allah, mampukan saya ...

    @ apanabagus: masa diketawain sih? Setiap orang punya gaya sendiri dalam menuangkan ide dan gagasan.

    BalasHapus
  6. Wuihhh...
    Setuju, harus ditulis.
    Dibaca, dipahami dan diamalkan.

    @apanabagus Blogger.
    Mantap. Lebih panjang dari Postinganya

    BalasHapus
  7. subhanallah...semoga aki tenang dan damai di sisiNya.Dan selamat melanjutkan pusaka warisan dari kakek sis.

    BalasHapus
  8. Hehehe..mba annie ga apa2 kalo mau ngasih saya PEEr tetap saya terima kok..makasih sebelumnya..

    BalasHapus
  9. Subhanallah..seorang kakek mba annie yg sungguh luar biasa dalam menghitung setiap harinya dengan menulisnya disebuah buku harian..

    dalam usia yg sangat lama 107thn ,perjalanan yg panjang untuk dituangkan di buku harian..selamat jalan untuk kakeknya ..

    BalasHapus
  10. Mbak, salut dengan semangat sang kakek. Semoga aku pun bisa meniru semangatnya utk rajin membuat catatan setiap hari ya ?
    Lumayan.., "Catatan Kecilku" sudah merupakan langkah awal bagiku utk meniru semangat kakeknya mbak Annie.

    BalasHapus

Silakan tulis komentar anda, sobat. Terima kasih sudah mampir, ya ...